Kamis, 27 Februari 2014

Habis Gelap, Terbitlah Buku Pertama

Alhamdulillah.
Kata pertama yang sudah pasti diucapkan atas kelahiran anak pertama. :'

Setelah melakukan semedi selama kurang lebih 5 bulan. Menyempatkan menulis di antara kesibukan kuliah (beserta organisasi) yang tidak ingin diduakan. Menolak ajakan beberapa teman untuk jalan-jalan, nongkrong (belakangan namanya sudah ganti jadi kongkow), dan sebagainya. Cepat-cepat pulang ke rumah untuk menulis (maklum belum punya laptop - seandainya komputer bisa dimasukin tas). Mengurangi jatah waktu tidur. Jalan-jalan ke toko buku hanya untuk melihat-lihat desain cover yang semakin hari pesonanya semakin membuatku bergumam "ngghh".

Akhirnya.
Dengan sadar tidak sadar, percaya tidak percaya. Resolusiku tahun ini benar-benar dikabulkan Tuhan.
26 Desember 2013, dia lahir.
Zodiak Capricorn; namanya Cappy. :)

Selama Bulan Januari, menunggu saat-saat di mana anakku ini benar-benar menujukkan diri kepada dunia. Aku kira, benar bisa rilis di awal tahun 2014. Tapi ternyata, kejutan dari Tuhan datang tepat tanggal 14 Februari 2014. Bulan penuh kasih sayang, kata sebagian besar orang.

Lagi-lagi aku dihadapkan dengan keadaan sadar tidak sadar, percaya tidak percaya. Kejutan dari Tuhan memang selalu di luar dugaan. Melting banget. Ternyata kemenunggunaku dibalas dengan kebahagiaan tak terkira. Terharu, pasti. Lebay, selalu.
Full cover buku You are My ABCD
Untuk desain cover dari buku ini, aku bikin sendiri. Awalnya pengen ada gambarnya. Tapi karena belum begitu ahli menggambar, dan nggak mungkin download gambar. Mau minta tolong teman juga nggak ngerti mau bayar pakai apa. Akhirnya, aku memutuskan untuk hanya menggunakan typografi yang aku buat sendiri dan menggabungkannya dengan permainan warna dengan palet yang dengar-dengar sedang trend tahun ini.

Maklum, aku bukan anak desain (mungkin jodohku yang orang desain. haha). Jadi setelah membuat desain ini, aku hanya bisa berharap pembaca akan nyaman dan tidak menghakimi buku ini hanya dari covernya.

Dan untuk isi bukunya. Aku berusaha mengemasnya sedemikian rupa, agar pembaca bisa nyaman dan terhanyut dengan isi-isi di dalamnya. Terus terang, yang paling lama dari pembuatan buku ini adalah penyusunan plot dan layout.

Selama penulisan, aku benar-benar menggunakan 90% perasaan. Dan untuk plot, layout, sampai desain cover, 75% aku menggunakan logika. Hehehe. :p

Ini beberapa foto dari buku You are My ABCD

Kedatangan pertamanya.

Sample book
Resmi rilis. Silakan dipesan. :))

Ohya, karena buku ini belum memiliki pembatas buku, jadi aku membuat pembatas buku sendiri - dan tentunya nge-print sendiri pula (nge-print-nya nggak pake kertas HVS kok, tenang aja). Jadi, untuk teman-teman yang pesan buku langsung di aku, akan mendapatkan pembatas buku. Mungkin, bagi sebagian orang, pembatas buku adalah bagian yang tidak begitu penting. Namun bagaimanapun juga, aku ingin membahagiakan pembacaku dengan sedetail mungkin.
Pembatas Buku

Tulisanku tidak mengikuti pasar. Karena aku tidak peduli tulisan macam apa yang sedang trend dan laku keras dipasaran. Aku hanya menulis sesuai apa yang diinginkan hatiku. Aku hanya berusaha untuk tidak takut menjadi beda. Percaya saja, setiap orang itu unik.

Well, jangan lupa dipesan ya, bukunya.
Aku akan teramat sangat merasa spesial bila kalian membelinya.

Dan satu lagi. Jangan tanyakan buku ini sudah laku berapa. Tanyakan saja efek apa yang sudah didapat berkat lahirnya buku ini.

Buka link ini untuk info detailnya.
Semoga tersentuh.
Terima kasih.

"Dan bila aku tak mampu sampai pada kelopak matamu. Biarkan kata-kataku saja yang pergi  menyentuh hatimu. You are My ABCD."

Rabu, 26 Februari 2014

Aku ini mencintaimu sungguh tanpa disuruh.

Tak ada yang kusembunyikan selain lisanku.

Bagian mana lagi yang belum jelas, Sayang?

Hanya Membayangkan

Tidak, aku tidak iri. Hanya membayangkan.
Betapa gemuknya hati perempuan yang kau beri kasih. Mengkhayal berada di posisi itu. Pasti bahagianya tidak ingin ditukar tambah oleh apapun.

Tidak, aku tidak iri. Hanya membayangkan.
Menjadi orang yang paling kau cintai, pasti menyenangkan sekali. Mengenalmu saja, bisa membuatku begitu beruntung. Apalagi bila aku mendapatkan izin dari Tuhan untuk berkesempatan menjadi orang yang paling ingin kau lindungi?

Tidak, aku tidak iri. Hanya membayangkan
Bila aku adalah seorang yang kau pikirkan setiap saat. Sejauh ini, aku yang paling rutin memikirkanmu. Dan aku pasti akan menjadi orang yang paling bahagia bila menjadi yang kau pikirkan.

Tidak, aku tidak iri. Hanya membayangkan.
Indah meronanya pipi perempuan yang kau panggil 'sayang'. Sebab mendengarmu memanggil nama asliku saja, aku begitu bahagia. Apalagi bila kau memanggilku 'sayang' dan atau sejenis panggilan sayang lainnya?

Tidak, aku tidak iri. Sungguh. Aku hanya membayangkan.

Sabtu, 22 Februari 2014

Tidak Akan Pernah Cukup

Jika sudah pasti kau mengatakan "Aku juga mencintaimu", maka dalam detik ini pun akan aku katakan "Aku mencintaimu".

Meskipun aku masih berjuang mempertahankan prinsipku, namun tetap bagaimanapun juga, ketakutan mendengar sebuah jawaban masih berada dalam alasan yang paling utama.

Aku mencintaimu. Aku ingin memilikimu. Aku egois? Padahal menurutku, sewajarnya cinta harus begitu.

Perasaan yang sering aku pertahankan keberadaannya - tak dapat aku jamin bahwa kadarnya tidak akan pernah berkurang. Aku tak berjanji akan mencintaimu selamanya sebab memang keterikatan hanya ada dalam semu yang aku ciptakan sendiri. Berulang kusentuh, kau tak akan pernah terasa meski selalu merasa.

Belakangan ini, aku memang sedang menikmati sebuah penawaran yang diberi oleh orang lain. Namun tidak berarti aku sudah membuat keputusan. Sebab sampai saat ini pun, aku belum mengiyakan sebuah perhatian. Walau terkadang, terbesit di kepalaku, "Haruskah aku menerima orang yang sudah lama memperjuangkanku - tanpa harus menunggu seseorang yang aku cintai menyampaikan perasaannya terhadapku?".

Sayang, aku tak tahu sebesar apa cintaku. Namun sebenarnya aku masih ingin bertahan. Aku tak mengerti kapan kau menyuruhku pindah atah tinggal. Kau selalu diam, dan aku mengartikan itu semua tanda atas semua ketidak nyamananmu.

Bertahan atau memilih yang lain. Selamanya aku adalah pecundang yang berperang dalam kemiskinan nyali. Mengerti akan mati, namun tidak akan pernah puas bila belum dibantai habis.

Melangkah tidak mengartikan sebuah kekalahan. Hanya ingin aku menghargai sebuah hati yang rela berdarah meramutku. Dan untuk seorang yang berjenis kelamin perempuan, aku rasa membiasakan diri untuk mencintai sedikit lebih baik ketimbang harus menangisi perhatian yang tak kunjung didapat. Walau pada awalnya harus banyak mengalah dan membohongi diri. Bagaimana lagi?

"Sebab sebesar apapun cintaku, mencintaimu sendirian tidak akan pernah cukup."

Sabtu, 15 Februari 2014

Apapun Kamu

Kata orang, jika seseorang belum berubah menjadi sangat bodoh, berarti dia belum benar-benar jatuh cinta. Kata orang juga, jika seseorang berubah menjadi bodoh ketika jatuh cinta, berarti dia telah berhasil ditelan nafsu.

Tapi seseorang pernah berkata kepadaku, "Jangan menuruti apa kata orang. Tidak akan ada habisnya." Dan semenjak saat itu, aku tidak menganggapmu orang; melainkan seseorang.

Jangan beritahu aku tentang perasaan yang tengah aku rasakan. Akupun tak ingin tahu perihal hatiku.

Namun kadang-kadang aku membenci diriku yang selalu menerimamu. Entah apa yang membuatku untuk tetap ingin bersamamu tanpa peduli dengan kebiasaan burukmu.

Aku tidak peduli bila kamu tidak dapat menuliskanku puisi. Sebab aku rasa, aku tidak perlu lagi tersentuh dengan puisimu. Cukup kamu di sisiku, aku sudah bisa tersentuh dengan teramat sangat.
Aku tidak peduli bila petikan gitarmu akan sangat membuat aku tidak bisa tidur. Sebab bagiku, kamu berniat memainkannya untukku saja, aku sudah bisa menjamin tidak akan bermimpi buruk.
Aku juga tidak peduli bila nantinya kita sering bertengkar kecil untuk memperdebatkan film selera masing-masing. Atau aku harus mengalah untuk menonton film favoritmu? Tak masalah. Sebab bisa jadi, aku memang diciptakan untuk menemanimu saja.
Aku juga tidak peduli bila kebiasaanmu mengebut di jalan raya membuatku harus menutup mata sampai berteriak - lalu kamu berkata "santai". Aku rasa tidak ada yang lebih indah daripada kolaborasi takut milikku dan tenang milikmu.

Kali ini aku tidak berniat merayumu. Aku hanya menuliskan bagaimana perasaanku saat ini. Dan juga bagaimana aku membenci diriku yang selalu ingin menerima seseorang yang bahkan tidak pernah ingin membesitkan aku dalam pikirannya.


-Ravita-
Seseorang yang membencimu kadang-kadang, namun mencintaimu sering-sering.

Jumat, 07 Februari 2014

Dialog : Permainan

"Seperti baru kemarin..."

"Kemarin kita masih kecil. Yang ada dipikiran cuman main, main, terus main..."

"Tapi masalah kamu sama aku, aku nggak pernah main-main..."

"Itu termasuk bermain. Kamu bermain-main dengan hal yang kamu pikir tidak main, padahal sebenarnya kamu bermain."

"Maksudnya?"

"Iya. Ini permainan."

"Aku masih nggak ngerti."

"Pikiranmu dikendalikan sama perasaanmu. Kamu anggap kamu nggak main-main, padahal kamu sedang dimainkan pikiranmu."

"Bahkan aku nggak kepikiran buat main. Mungkin kamu yang dulu main-main. Aku enggak."

"Iya. Memang aku dulu bermain-main. Aku bermain-main dengan imajinasiku, dengan menganggap semuanya akan berjalan lancar tanpa memikirkan banyak hal. Aku bermain-main dengan berbagai larangan, dengan harapan dunia harus menuruti cara bermainku. Iya. Aku dulu bermain-main. Sekarang berusaha tidak."

"Seharusnya aku tidak memulai dialog ini."

"Seharusnya aku mengingatkanmu di awal."

Selamat Datang dalam Nostalgia

Aku bukan orang yang sabar, apalagi pengalah. Tapi entah mengapa untuk hal ini, aku rela membuat banyak pengecualian...

Saat kau mengganggu tidur siangku dengan mengirimiku pesan singkat yang seharusnya bisa dibicarakan kapan saja, aku tak masalah. Atau saat tengah malam mendengarmu bercerita panjang lebar dan memaksaku untuk mengurangi jatah tidur malamku. Saat aku harus meninggalkan rapat dengan alasan ada acara padahal acaraku adalah jalan-jalan denganmu, itu juga bukan masalah.

Aku hanya ingin menikmati jalanan Surabaya yang terlihat lebih indah sepekan terakhir ini. Aku ingin merasakan sepanjang jalanan ini hanya milik berdua. Kita bercerita keras, tertawa terbahak, seperti hanya kita yang memiliki telinga. Kau menghadapkan kaca spion agar saat kita berbicara, aku dapat melihatmu, dan kau dapat melihatku. Saat itu kau sudah seperti para mentalist yang bisa menyetir tanpa melihat jalanan.

Merasakan kembali saat kau sibuk bercerita sambil mengerakkan tanganmu, lalu melepas setir. Aku memukulmu lalu kau tertawa. Dari dulu sampai sekarang, aku selalu ingin kau takut-takuti. Jadi aku menerka bahwa kau suka mendengar teriakanku.

Apapun yang ingin dan akan kau lakukan saat ini, aku selalu mendukungmu. Kemanapun kau pergi, aku selalu berharap agar tanah yang kau pijak ramah terhadapmu. Walaupun tetap sampai kapanpun aku tak mungkin berjalan ke belakang. Kau tahu bahwa ada hal-hal yang tidak boleh dilanggar, kan? Tidak ada bahagia atau sedih. Anggap saja ini mimpi yang biasa hadir malam-malam. Pergilah. Lain kali aku temani kembali. Tapi satu hal. Aku tak dapat memberimu apa-apa selain itu. Jadi jangan meminta apa-apa lagi.

Dan bila ucapan "Selamat datang" aku ucapkan dengan suka cita, bisakah aku mengucapkan "Selamat tinggal" dengan ekspresi yang sama?

Minggu, 02 Februari 2014

Cukup Kamu

Malam, tengah malam, atau pagi
Aku tak peduli bagaimana cara waktu berjalan
Gelap, terang, panas, atau dingin
Yang aku rasakan hanyalah suhu yang selalu cukup

Aku dilumat habis oleh setiap suara yang keluar dari bibirmu
Rindu yang biasa aku tangkis
Hanya aku pasrahkan kedatangannya
Kau mungkin belum tahu bagaimana rasanya gugup namun dituntut untuk tenang

Tak ada kata romantis
Namun tawa kita sempat beradu di jalan dengan disaksikan bintang-bintang
Bagiku lebih dari cukup
Walau mungkin tetap aku yang paling bersemangat

Tak ada tangan yang bergandengan
Tapi aku tetap bahagia walau tak kutunjukkan
Aku memilih duduk berhadapan agar aku leluasa mengamatimu makan
Tubuhku melompat ke udara saat kau sudah tak terlihat dari pagar rumahku

Aku tersenyum, tertawa, sampai berteriak
Mengingat lirikan matamu yang khas
Ini kenyataan
Walau mungkin masih bersifat sepihak

Sabtu, 01 Februari 2014

Dialog : Cukup Membaca Tanpa Menerka

"Aku tahu perasaanmu."

"Perasaan yang mana?"

"Hahaha."

"Tahu sama sok tahu seharusnya dibedakan."

"Aku baca semua tulisan di blogmu. Semua kamu tulis di sana."

"Penggemar nggak boleh mencampuri perasaan nyata dari orang yang digemari. Inget!"

"Tapi aku bukan cuman penggemarmu."

"Jangan dilanjutkan! :)"

Aku menarik nafasku. Meskipun percakapan seperti ini tidak terjadi pertama kali. Namun tetap saja ini tidak mudah bagiku untuk menyelamatkan hatiku agar tidak merasa semakin tertusuk.

Aku bukan orang yang bijaksana dalam menyembunyikan perasaan. Terlebih untuk orang yang teramat sangat aku sayangi.

Maafkan aku lagi. Kumohon.