Jumat, 07 Februari 2014

Selamat Datang dalam Nostalgia

Aku bukan orang yang sabar, apalagi pengalah. Tapi entah mengapa untuk hal ini, aku rela membuat banyak pengecualian...

Saat kau mengganggu tidur siangku dengan mengirimiku pesan singkat yang seharusnya bisa dibicarakan kapan saja, aku tak masalah. Atau saat tengah malam mendengarmu bercerita panjang lebar dan memaksaku untuk mengurangi jatah tidur malamku. Saat aku harus meninggalkan rapat dengan alasan ada acara padahal acaraku adalah jalan-jalan denganmu, itu juga bukan masalah.

Aku hanya ingin menikmati jalanan Surabaya yang terlihat lebih indah sepekan terakhir ini. Aku ingin merasakan sepanjang jalanan ini hanya milik berdua. Kita bercerita keras, tertawa terbahak, seperti hanya kita yang memiliki telinga. Kau menghadapkan kaca spion agar saat kita berbicara, aku dapat melihatmu, dan kau dapat melihatku. Saat itu kau sudah seperti para mentalist yang bisa menyetir tanpa melihat jalanan.

Merasakan kembali saat kau sibuk bercerita sambil mengerakkan tanganmu, lalu melepas setir. Aku memukulmu lalu kau tertawa. Dari dulu sampai sekarang, aku selalu ingin kau takut-takuti. Jadi aku menerka bahwa kau suka mendengar teriakanku.

Apapun yang ingin dan akan kau lakukan saat ini, aku selalu mendukungmu. Kemanapun kau pergi, aku selalu berharap agar tanah yang kau pijak ramah terhadapmu. Walaupun tetap sampai kapanpun aku tak mungkin berjalan ke belakang. Kau tahu bahwa ada hal-hal yang tidak boleh dilanggar, kan? Tidak ada bahagia atau sedih. Anggap saja ini mimpi yang biasa hadir malam-malam. Pergilah. Lain kali aku temani kembali. Tapi satu hal. Aku tak dapat memberimu apa-apa selain itu. Jadi jangan meminta apa-apa lagi.

Dan bila ucapan "Selamat datang" aku ucapkan dengan suka cita, bisakah aku mengucapkan "Selamat tinggal" dengan ekspresi yang sama?

2 komentar:

  1. Duh kampret baca ini aku enggak kuhuwaaat :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baca ajah nggak kuat gimana yang nulis? :'
      Haha. Tapi wanita itu harus kuat. :))

      Hapus