Kamis, 18 Februari 2016

Ketika Sosial Media Menjauhkan yang Dekat?

Belakangan ini aku dipaksa menyetujui kenyataan yang sekitar dua tahun lalu sangat aku tolak. Menurutku, pernyataan "sosial media menjauhkan yang dekat" adalah kalimat penuh drama yang dimiliki manusia dengan mental korban. Seperti katamu, seperti itulah aku menurutmu. Kamu hanya menilai orang lain berdasarkan cara berpikirmu, tanpa pernah memberi mereka kesempatan menjelaskan. Manusia penuh drama dengan mental korban yang setidaknya hadir di kehidupanmu selama 3 tahun adalah aku. Lebih beberapa bulan sebab beberapa kali kamu mengajakku bertemu pasca lulus.

Aku akui. Sangat aku akui. Aku tergolong sebagai pendatang baru di sosial media. Selayaknya anak kecil yang baru belajar hal-hal baru, hal yang aku lakukan pertama kali adalah meniru orang di sekitarku. Bisa dibilang, keluargaku masih begitu awam tentang sosial media. Jadi orang terdekat yang bisa aku tiru adalah teman-temanku. Teman-teman yang ada di sekitarku saat aku baru mengenal sosial media. Bahasa dan topik yang aku gunakan tidak jauh dari apa yang sudah aku baca, tentu saja.

Beberapa waktu lalu kita bertemu. Bercakap panjang, kemudian melanjutkan beberapa percakapan yang lain melalui via teks. Sampai pada suatu hari, aku berniat mengunggah foto kita yang sudah aku susun dengan sangat baik ke akun instagramku. Karena ada kamu di sana, rasanya tidak lengkap apabila aku tidak menandai akunmu. Mengingat beberapa kali kamu sering menandai fotoku. Iya, aku suka meniru tingkah lakumu di sosial media. Tapi aku merasa ada yang salah saat itu. Beberapa kali aku tidak menemukan akunmu.

Aku memiliki 2 akun instagram yang ternyata keduanya sudah kamu blokir entah sejak kapan. Bila temanku tidak memberitahu, saat itu aku pasti mengirimimu pesan teks dengan mengatakan bahwa akun instagrammu sedang di-hack orang tidak bertanggung jawab. Aku tidak tahu hal-hal seperti itu. Bahkan ketika seseorang tidak menyukaiku, aku tidak tahu bila tidak diberitahu.

Pikiranku melayang, membayangkan hal terakhir apa yang aku lakukan hingga membuatmu seperti ini. Aku masih bertanya-bertanya, mengingat-ingat percakapan terakhir kita, dan mencari-cari kesalahan yang sudah aku perbuat. Apa yang salah hingga kamu memblokir akunku? Ini bukan kejutan. Ulang tahunku masih jauh.

Aku putuskan untuk membuka twitter. Kemudian menyadari bahwa kamu dan teman dekatmu membicarakan hal yang serupa. Yaitu tentang meniru, copy, dan list following. Aku menebak-nebak. Apakah karena itu kamu sampai hati memblokir akunku? Apakah karna menurutmu aku suka meniru semua yang kamu lakukan? Atau karena list following-ku tidak se-uptodate punyamu? Iya. Seperti katamu, seperti itulah aku menurutmu.

Kamu tidak pernah mengingatkan apa salahku. Apa dari dalam diriku yang tidak kamu sukai. Kamu hanya menjauhiku, kemudian menyindirku, dan aku mulai menebak-nebak. Bila menurutmu aku adalah peniru, aku akan menganggap itu sebagai upayaku agar bisa lebih bergaul dengan kamu. Tapi dulu kamu pernah marah ketika ada yang mengatai bahwa gambar yang kamu buat meniru gambar yang ada di Pinterest. Tapi kenapa sekarang kamu mengataiku sebagai peniru? Hal yang membuatmu marah, seharusnya tidak kamu lakukan terhadap orang lain.

Setiap orang memiliki hak, dengan siapa dia ingin berinteraksi. Bila alasanmu adalah menganggapku sebagai peniru, aku akan menjadi orang yang sangat menyesal dengan apa yang sebelumnya terjadi. Tapi yang aku pikirkan sekarang, kamu tidak benar-benar mengataiku sebagai peniru. Kamu hanyalah orang yang gelisah. Sebab manusia awan dengan mental drama yang kamu maksud, yang kamu anggap meniru kamu, sekarang jauh lebih baik dari kamu. Tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan selain "ikut menjauh seperti yang kamu lakukan" dan "berpikir positif untuk diriku".

Terus terang, aku mulai mencari ekspresi terbaik dan tingkah laku paling bijaksana saat bertemu denganmu suatu hari nanti. Apa kata teman kita yang lain nanti? Mereka akan menganggapmu sebagai perempuan yang penuh musuh. Satu angkatan tahu kalau kamu sering bertengkar dengan sahabat terdekatmu tanpa alasan yang jelas.

Apakah aku peniru? Bila memang iya, seharusnya kamu adalah orang yang membantuku mencari jati diri. Apakah aku peniru? Barangkali aku memang sedikit terlambat menemukan jati diri dan keinginanku. Apakah aku peniru? Bila aku tidak menirumu, kita akan berbeda dan kamu akan memusuhiku. Aku paham betul bahwa kamu membenci orang yang tidak sependapat denganmu. Bahkan kamu benci ketika list following di sosial mediaku tidak sama denganmu. Apakah aku peniru? Untuk beberapa hal kita memang memiliki selera yang sama. Seharusnya kita bisa hidup rukun untuk hal itu. Di dunia ini ada ragam kegiatan dan gaya hidup. Banyak juga orang dengan berbagai karakter. Bila ada orang yang sama denganmu kemudian kamu menghakimi dia sebagai penirumu, seharusnya pencipta bahasa marah karena banyak yang menirunya.

Ketika sosial media menjauhkan yang dekat? Sepertinya aku salah tangkap. Aku baru sadar kalau sebenarnya dulu kita tidak benar-benar dekat.