Selasa, 29 Juli 2014

3 Kali Dalam Setahun

Sejak hari itu, kita hanya berbicara melalui pesan teks sebanyak 3 kali dalam setahun. Saat ulang tahunmu, ulang tahunku, dan lebaran. Setiap hariku dalam setahun, selalu menunggu ketiga hari itu. Setidaknya, memastikan kamu masih hidup merupakan suatu kelegaan yang tak bisa dijelaskan.

Di hari-hari yang lain, aku atau mungkin kamu, tidak memiliki alasan untuk saling mengirim pesan teks. Saling menanyakan kabar, juga terasa janggal bila dilakukan oleh dua orang yang memiliki hubungan seperti ini. 

Dulu, rasanya begitu mudah bagi kita untuk saling mengejek, mengatai, atau mengucapkan sumpah serapah. Namun sekarang, rasanya begitu kaku. Banyak sekali perkataan yang harus aku jaga. Mengirim pesan teks untukmu pun harus aku edit berkali-kali - bahkan aku persiapkan seminggu sebelumnya karena takut salah.

Tahun ini, aku ingin sedikit menyalahkanmu.
Sebab hari ulang tahunmu yang tepat pada hari pertama lebaran, membuat kita harus melakukan ritual mengirim pesan teks, hanya 2 kali dalam setahun.

"Selamat ulang tahun. Mohon maaf lahir dan batin."

Selasa, 15 Juli 2014

:')

Mengendap ingin terlihat
Kalau memang bukan aku, tentu kamu tidak akan menikah dengan orang yang salah
Mendekat tak tertangkap
Kalau memang tidak denganmu, tentu aku tidak akan menjalani pernikahan terpaksa

Berlari sekuat yang aku ingin
Tidak menjamin aku mendapatkanmu dengan cepat
Duduk tanpa mencari perhatian
Pun belum tentu membuatku tidak ditemukan

Di sebuah ruangan nanti
Saat tanganku lebih dingin dari tangan mahasiswa yang melakukan sidang tugas akhir
Di sebuah ruangan nanti
Saat kamu merasa kakimu berjalan tidak sampai-sampai

Hari di saat aku berkhayal lebih sedikit
Hari-hari di saat aku berdoa siang-siang segera menjadi malam
Selain peristiwa
Menulis mimpi kadang-kadang lebih melegakan



Surabaya, 15 Juli 2014
10:37 pm


Ravita
Perempuan yang berdoa tidak terlambat

Minggu, 06 Juli 2014

Kesalahan? Bukan. Pelajaran.

Sebab bertemu denganmu setiap hari, membuatku harus berjuang mencintaimu dengan diam-diam.

Aku bisa saja melakukan hal bodoh sewaktu-waktu.

Berdiri di sampingmu, membuatku harus berjuang agar tidak memelukmu tiba-tiba.
Bicara denganmu, membuatku takut bila tidak sengaja mengucapkan "aku mencintaimu".
Presentasi di depan kelas, membuatku ingin menyanyikan lagu yang aku ciptakan untukmu.
Menatapmu dari belakang, membuatku ingin sekali menggantikan benda mati yang sedang kamu pegang.

Belakangan ini aku membenci waktu tidurku. Atau saat tengah malam terbangun dengan kondisi bibir yang masih memanggil namamu. Aku pelupa. Tapi aku begitu tidak mudahnya membuang banyak kenangan.

Seharusnya dulu... aku mencintaimu lebih berhati-hati dan bijaksana.
Bahkan di saat cintaku sedang muluk-muluknya, aku masih terlalu takut untuk sekadar membelikanmu sarapan.
Atau di saat belum ada yang lebih angkuh dariku cintaku, seharusnya aku tidak gugup untuk membangunkanmu pagi-pagi lewat telepon.

Bukan tidak bisa memperhatikanmu, tapi aku terlalu kaku untuk berterus terang tentang perasaanku.
Maaf bila aku hanya berani diam-diam menuliskanmu puisi.

Aku hanya lupa bahwa yang mencintai paling tulus akan kalah oleh yang berani.

Sudah. Itu saja dulu.
Jangan biarkan aku sesak napas karena tidak ikhlas.