Jangan
mengatasnamakan ketulusan dalam hal ini. Selama ada hati yang menerawang dan
tak tahu ke mana arah selanjutnya.
Motor
melaju kearah selatan. Kali ini kamu tidak menerobos lampu merah sebab kita
sudah sepakat untuk menghabiskan waktu berdua selama mungkin.
Aku
menyesal ketika dulu tidak menurutimu yang mengajakku membolos sekolah. Sebab
sekarang kita sudah tidak bisa begitu lagi. Mungkin akan menyenangkan bila kita
memiliki kenangan pernah dihukum guru ketertiban.
Dulu
kamu masih kecil.
Dulu
aku terlihat baik-baik saja.
Aku
dan kamu begini saja. Jadi aku tidak bisa banyak meminta dan menuntut kepadamu.
Namun saat seseorang mulai mendesakmu, aku usahakan ada di sana untuk
menahannya semampuku.
Aku
berusaha menatapmu seperti anak kecil.
Aku
berusaha berperilaku baik-baik saja.
Karet
rambutku yang bewarna pink, tidak perlulah kamu simpan di dalam laci lagi. Masa
depan yang dulu sempat kita bicarakan, anggap saja seperti cita-cita anak TK
yang mayoritas ingin menjadi dokter bila ditanya.
Kadang-kadang, aku merindukan dialog yang aku tahu tidak penting namun tetap saja aku bicarakan. Aku
mengingat dialog aneh di dapur. Pertanyaan darimu yang tidak bisa
aku jawab, “Mengapa semua makanan harus diberi garam?”. Atau saat kamu
mengataiku bodoh ketika di ruang tengah aku bertanya, “Mengapa orang yang masuk
TV tidak kesetrum?”
Kita
adalah dua orang yang sama-sama ingin tahu banyak hal. Sama-sama ingin
didengarkan namun tetap memberi perhatian.
Dulu. Sebelum hal yang lebih baik membuatmu
tertarik untuk pergi.
Ravita
Perempuan
yang berat menerima kenyataan bahwa menjadi dewasa adalah hukum alam