Rabu, 13 Juli 2016

Semoga Kamu Satu-satunya

Aku yakin ada banyak sekali yang kita lalui sebelum ini
Barangkali cerita yang membuat kita sama-sama tertawa
atau kesedihan yang selalu kita anggap lucu
Kita selalu tertarik atas kebodohan yang menyenangkan

Namun hal yang membuatku benci terhadap kita adalah
emosi tak stabil yang mirip remaja belasan tahun
Seolah semua harus dikeluarkan saat itu juga
Tak mau kalah dalam berperang kata-kata

Kamu satu-satunya yang tak pernah ragu
memberiku sesuatu yang tak ku dapat dari yang lain
Kamu satu-satunya yang tahu cara mengatasi
segala bentuk rupa kelabilanku
Kamu satu-satunya yang pernah memberiku penghargaan
bahkan saat aku patah hati
Kamu satu-satunya teman yang memiliki tanggal jadian
tepat di hari ulang tahunku

Kini kembali aku ingat-ingat cerita bahagia yang dulu ada
Tapi yang ada hanyalah memori bagaimana caramu mengusirku jauh sekali
lalu aku marah begitu hebatnya
Sampai akhirnya aku bingung menentukan kalimat pembuka
bila ingin menyapamu kembali

Baru ku tahu sesakit ini diusir dari kehidupan seorang teman
Baru pertama aku merasa seberdosa ini ketika seseorang tak menginginkanku
Sejak aku tahu sejauh ini aku sakit
maka aku berharap bahwa kamu adalah satu-satunya teman yang pergi

Sabtu, 09 Juli 2016

Setahun Berbeda

Ada banyak sekali janji-janji yang berusaha aku dekap saat itu
ingin aku sampaikan semuanya
tepat di saat kita yang pada akhirnya memulai percakapan
tepat di saat kita saling meminta maaf.

Kita bergunjing tentang hujan yang membuat kita tetap tinggal
tentang cara sayu matamu menyentuh mataku
tentang dilema anak rantau yang ingin mandiri namun takut sendiri
dan tentang sekian anak panah yang tak berhasil kau tangkap.

Beberapa kali aku berbicara sendiri
menyiapkan kata paling mujarab agar kamu menerima semua yang aku katakan,
aku ingin bertahan tanpa seluruh pola pikir yang kamu punya
sedangkan ekspresimu yang selalu datar membuatku merasa bahwa aku tak dibutuhkan.

Kamu yang terbiasa dengan seluruh benda mati milikmu
sedangkan aku terbiasa dengan cerita ringan dan kejadian lucu yang aku alami.
Aku dan kamu jatuh cinta
tapi tak kunjung menemukan cara untuk hidup bersama.

Jumat, 27 Mei 2016

Perempuan yang Menunggu

Kulangkahkan kembali kakiku
Mengintip keluar jendela
Mendengar pertanyaan orang-orang
Tentang siapa perempuan yang kau pilih

Tiga tahun lalu
Kau bercerita tentang perempuan yang rajin mengetuk pintumu
Tapi terlalu malu untuk membuka pintunya sendiri
Perempuan yang ingin sekali kau ajak bermain
Tepat setelah kau selesai berurusan dengan canggung

Mata dan pipi yang sama-sama bulat, kini menjadi milikmu
Cerita yang kau kira khayalan pemuda jatuh cinta
Berubah menjadi takdir yang tak dapat berubah
Perempuan yang menunggu sudah yakin ke mana hatinya harus bergantung

Sebab aku lah perempuan itu
Perempuan yang selalu menunggumu di rumah
Perempuan yang selalu siap
menanggalkan pakaian untukmu

sampai tak tersisa.

Selasa, 26 April 2016

[PUISI] Batas - AADC2

Beberapa kata ingin dibaca, beberapa suara ingin didengar, dan beberapa rasa ingin dibalas. Pertama kali membaca puisi berjudul "Batas" yang ditulis oleh Aan Mansyur untuk film Ada Apa dengan Cinta 2 (AADC2), ada kombinasi kata-suara-rasa yang juga ingin saya sampaikan kepada seseorang. Kepada Aan Mansyur, terima kasih sudah menulis puisi yang begitu lembut. Meski mungkin, ketika menulis puisi ini Aan Manyur memposisikan diri sebagai "Rangga", namun apapun itu, saya tetap ingin membacakan juga untuk orang lain.

Beberapa pesan hilang sebelum sampai kepada penerima. Beberapa mengalami penolakan sebelum sempat di tangan. Beberapa sampai namun tak terbaca. Dan beberapa yang lain telah dibaca namun tak sempat dibalas.

Selamat mendengarkan puisi yang saya bacakan. Semoga menyentuh hatimu.




oleh: Aan Mansyur
Semua perihal diciptakan sebagai batas. Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain. Hari ini membatasi besok dan kemarin. Besok batas hari ini dan lusa. Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara dan kantor walikota, juga rumahmu dan seluruh tempat di mana pernah ada kita.
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta. Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi ini dipisah kata-kata. Begitu pula rindu, hamparan laut dalam antara pulang dan seorang petualang yang hilang. Seperti penjahat dan kebaikan dihalang uang dan undang-undang.
Seorang ayah membelah anak dari ibunya — dan sebaliknya. Atau senyummu, dinding di antara aku dan ketidakwarasan. Persis segelas kopi tanpa gula menjauhkan mimpi dari tidur.
Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.

Minggu, 03 April 2016

Hari Rabu yang Biru

Waktu adalah perkara yang tak pasti
Sementara kekuatan menunggu
sangat bergantung pada bagaimana jalannya imajinasi saat itu
Di hari Rabu, kamu datang lebih dulu
beserta minumanku yang sudah ada di atas meja
Yang aku ingat, kita tersenyum bersamaan meski kamu yang melambai ke arahku lebih dulu

Kamu bertanya tentang usia dan cita-cita
Sebelum pada akhirnya menjadi pencerita tak kenal waktu
Aku tertarik dengan cerita keluargamu
Memikirkan mereka sambil membayangkan jamuan makan malam di sana
Membayangkan gelak tawa mereka yang dihasilkan oleh perempuan yang mencintaimu ini

Dinginnya udara sepakat dengan pertemuan kita malam itu
Mereka tak mau berhembus selain ke arahku
Menjadi beku belum pernah sedamai ini sebab pilihan terbaik ada di hadapanku
Meski waktu selalu tidak setuju dan menuju ke jalan yang ia mau

Jumat, 01 April 2016

Aku dan Cerita yang Ingin Didengar

Pernah sekali aku menghubungimu - tentu saja setelah rasa rinduku sudah lama mendekam hebat - dengan tujuan mencari tahu kabarmu, kesibukanmu, kesehatanmu, dan sedikit jadwal kosong yang mungkin bisa kita gunakan. Tapi yang aku dapat hanya rasa bersalah karena telah menyita waktumu yang berujung pada sakit hati sendiri.

Aku bukan perempuan yang akan menyuruhmu memilih antara pekerjaan atau aku. Sebab aku jatuh cinta dengan lelaki super sibuk. Lelaki yang di dalam otaknya sudah tertanam tentang gambaran masa depan yang serba baik-baik saja. Lelaki yang memegang erat peribahasa "berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian". Aku jatuh cinta. Jatuh cinta dengan lelaki yang berjuang keras bagaimana agar keluarganya nanti hidup dengan kenyamanan - meski di saat bersamaan, terus terang, aku mencemaskan masa muda yang kamu habiskan untuk masa depanmu.

Sebab bila aku memikirkan lelaki sepertimu yang terbiasa super sibuk, yang tidak menghabiskan waktu untuk basa-basi, apakah masih memerlukan aku di hidupnya? Teman bicara sepertiku, apakah masih dibutuhkan di kehidupan yang terlampau hening? Tanpa bermaksud merusak konsentrasimu, sungguh. Masih maukah mendengar tentang ceritaku? Cerita tentang pengikut instagramku yang tak kunjung bertambah, tentang jerawat yang semakin dahsyat bila aku memakai bedak agak tebal, dan tentang adegan-adegan di drama Korea yang entah kapan membuatku bosan. 

Kepadamu, dari aku dan ceritaku, apakah kamu mau mendengarnya? Hubungi aku segera setelah kamu membaca. Aku paham tentang batasan.

Minggu, 27 Maret 2016

Upilan

Hadirmu yang selalu tanpa kata
Memenuhi lubang yang kosong
Mungkin sehari sekali, atau sehari dua kali
Ujung jariku menayapamu dengan gerakan yang menyesuaikan

Terkadang dengan penuh rasa bersalah aku membuangmu
Mengingat banyak sekali kenangan yang pernah kita lalui
Di kala senggang, bahkan di tengah kemacetan
Sering kita habiskan berdua
Sebab kamu dan rumahmu adalah kolaborasi menarik
untuk dimainkan sebelum dibuang

Ukuranmu yang tak menentu
Kadang menyenangkan, tapi sering juga mengecewakan
Tak apa karena kamu tak pernah menjanjikan apapun selain tantangan
Tak apa karena kehadiranmu adalah bukti bahwa aku masih bernapas

Kamis, 18 Februari 2016

Ketika Sosial Media Menjauhkan yang Dekat?

Belakangan ini aku dipaksa menyetujui kenyataan yang sekitar dua tahun lalu sangat aku tolak. Menurutku, pernyataan "sosial media menjauhkan yang dekat" adalah kalimat penuh drama yang dimiliki manusia dengan mental korban. Seperti katamu, seperti itulah aku menurutmu. Kamu hanya menilai orang lain berdasarkan cara berpikirmu, tanpa pernah memberi mereka kesempatan menjelaskan. Manusia penuh drama dengan mental korban yang setidaknya hadir di kehidupanmu selama 3 tahun adalah aku. Lebih beberapa bulan sebab beberapa kali kamu mengajakku bertemu pasca lulus.

Aku akui. Sangat aku akui. Aku tergolong sebagai pendatang baru di sosial media. Selayaknya anak kecil yang baru belajar hal-hal baru, hal yang aku lakukan pertama kali adalah meniru orang di sekitarku. Bisa dibilang, keluargaku masih begitu awam tentang sosial media. Jadi orang terdekat yang bisa aku tiru adalah teman-temanku. Teman-teman yang ada di sekitarku saat aku baru mengenal sosial media. Bahasa dan topik yang aku gunakan tidak jauh dari apa yang sudah aku baca, tentu saja.

Beberapa waktu lalu kita bertemu. Bercakap panjang, kemudian melanjutkan beberapa percakapan yang lain melalui via teks. Sampai pada suatu hari, aku berniat mengunggah foto kita yang sudah aku susun dengan sangat baik ke akun instagramku. Karena ada kamu di sana, rasanya tidak lengkap apabila aku tidak menandai akunmu. Mengingat beberapa kali kamu sering menandai fotoku. Iya, aku suka meniru tingkah lakumu di sosial media. Tapi aku merasa ada yang salah saat itu. Beberapa kali aku tidak menemukan akunmu.

Aku memiliki 2 akun instagram yang ternyata keduanya sudah kamu blokir entah sejak kapan. Bila temanku tidak memberitahu, saat itu aku pasti mengirimimu pesan teks dengan mengatakan bahwa akun instagrammu sedang di-hack orang tidak bertanggung jawab. Aku tidak tahu hal-hal seperti itu. Bahkan ketika seseorang tidak menyukaiku, aku tidak tahu bila tidak diberitahu.

Pikiranku melayang, membayangkan hal terakhir apa yang aku lakukan hingga membuatmu seperti ini. Aku masih bertanya-bertanya, mengingat-ingat percakapan terakhir kita, dan mencari-cari kesalahan yang sudah aku perbuat. Apa yang salah hingga kamu memblokir akunku? Ini bukan kejutan. Ulang tahunku masih jauh.

Aku putuskan untuk membuka twitter. Kemudian menyadari bahwa kamu dan teman dekatmu membicarakan hal yang serupa. Yaitu tentang meniru, copy, dan list following. Aku menebak-nebak. Apakah karena itu kamu sampai hati memblokir akunku? Apakah karna menurutmu aku suka meniru semua yang kamu lakukan? Atau karena list following-ku tidak se-uptodate punyamu? Iya. Seperti katamu, seperti itulah aku menurutmu.

Kamu tidak pernah mengingatkan apa salahku. Apa dari dalam diriku yang tidak kamu sukai. Kamu hanya menjauhiku, kemudian menyindirku, dan aku mulai menebak-nebak. Bila menurutmu aku adalah peniru, aku akan menganggap itu sebagai upayaku agar bisa lebih bergaul dengan kamu. Tapi dulu kamu pernah marah ketika ada yang mengatai bahwa gambar yang kamu buat meniru gambar yang ada di Pinterest. Tapi kenapa sekarang kamu mengataiku sebagai peniru? Hal yang membuatmu marah, seharusnya tidak kamu lakukan terhadap orang lain.

Setiap orang memiliki hak, dengan siapa dia ingin berinteraksi. Bila alasanmu adalah menganggapku sebagai peniru, aku akan menjadi orang yang sangat menyesal dengan apa yang sebelumnya terjadi. Tapi yang aku pikirkan sekarang, kamu tidak benar-benar mengataiku sebagai peniru. Kamu hanyalah orang yang gelisah. Sebab manusia awan dengan mental drama yang kamu maksud, yang kamu anggap meniru kamu, sekarang jauh lebih baik dari kamu. Tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan selain "ikut menjauh seperti yang kamu lakukan" dan "berpikir positif untuk diriku".

Terus terang, aku mulai mencari ekspresi terbaik dan tingkah laku paling bijaksana saat bertemu denganmu suatu hari nanti. Apa kata teman kita yang lain nanti? Mereka akan menganggapmu sebagai perempuan yang penuh musuh. Satu angkatan tahu kalau kamu sering bertengkar dengan sahabat terdekatmu tanpa alasan yang jelas.

Apakah aku peniru? Bila memang iya, seharusnya kamu adalah orang yang membantuku mencari jati diri. Apakah aku peniru? Barangkali aku memang sedikit terlambat menemukan jati diri dan keinginanku. Apakah aku peniru? Bila aku tidak menirumu, kita akan berbeda dan kamu akan memusuhiku. Aku paham betul bahwa kamu membenci orang yang tidak sependapat denganmu. Bahkan kamu benci ketika list following di sosial mediaku tidak sama denganmu. Apakah aku peniru? Untuk beberapa hal kita memang memiliki selera yang sama. Seharusnya kita bisa hidup rukun untuk hal itu. Di dunia ini ada ragam kegiatan dan gaya hidup. Banyak juga orang dengan berbagai karakter. Bila ada orang yang sama denganmu kemudian kamu menghakimi dia sebagai penirumu, seharusnya pencipta bahasa marah karena banyak yang menirunya.

Ketika sosial media menjauhkan yang dekat? Sepertinya aku salah tangkap. Aku baru sadar kalau sebenarnya dulu kita tidak benar-benar dekat.

Jumat, 29 Januari 2016

Jangan Salah, Sayang

Jangan salah
Sebab saran yang kamu sampaikan di hadapan orang banyak
bukan lagi berarti saran
Melainkan kamu sedang membuka aib seseorang

Jangan salah
Sebab saran yang disampaikan di belakang orang yang ingin kamu beri saran
bukan lagi berarti saran
Melainkan kamu sedang bergunjing

Jangan salah
Sebab saran yang disampaikan dengan kata-kata kasar
bukan lagi berarti saran
Melainkan kamu sedang mengumpat

Jangan salah
Sebab saran yang kamu sampaikan dengan merekam kemudian membagikan ke media sosial
bukan lagi berarti saran
Melainkan kamu sedang butuh kasih sayang

Ini bukan puisi benci, sayang
Ini adalah jawaban kasih sayang yang kamu butuhkan

Jumat, 01 Januari 2016

My Biggest Lesson from 2015 is...

Ini foto di B29 (barangkali ada yang nanya)

Bismillah. 
Ehm. Sebenernya tulisan ini bertujuan untuk menjawab mention sekaligus tantangan dari kakak tingkat, mbak Ucik, di facebook. Agak seneng sebenernya waktu mbak Ucik nge-mention aku dan menganggap bahwa aku ini "blogger". Whehehehee. Itu aku baca mention-nya pas lagi makan  di luar bareng keluarga. Munculnya notif yang tiba-tiba, sangat membuat shock. Mellow. Dan baper. Ini pertama kalinya ada yang manggil aku "blogger". Daebak! Biasanya aku dijuluki perempuan tukang drama, tukang galau, tukang baper, tukang bangunan, duh.

Jadi untuk memenuhi undangan (cie undangan) #MMKmenulis yang bertema "WHAT WAS YOUR BIGGEST LESSON FROM 2015?" maka dengan ini saya memutuskan untuk berbagi tentang pelajaran paling berharga selama 2015 - dan tentu saja beserta efek apa untuk 2016. Yak. Kira-kira begitu.

--------------------------------------------------------------------


"Bila ingin menjadi yang terbaik, yang diperlukan hanyalah berlaku baik untuk sekitar."

Pelajaran paling berharga selama 2015 ada di kalimat itu. 365 hari yang aku habiskan dengan kuliah, main, blogging, stalking, mengkhayal, nulis puisi, baca puisi, nonton drama, nangis, menikmati senyummu, jatuh cinta, dll, menghasilkan kalimat sesederhana itu.

Tantangan paling mencolok di 2015 adalah tugas akhir dan tanggung jawab pasca lulus. Apakah kamu berhasil lulus tepat waktu, dan jawaban apa yang kamu siapkan untuk pertanyaan "kapan nikah?" "kerja di mana?". Di tahun 2015, entah kenapa aku merasa bahwa pertanyaan orang-orang lebih menyeramkan ketimbang pertanyaan dosen penguji di ruang sidang. Orang-orang di 2015 cenderung menanyakan hal-hal yang bahkan mereka sudah tahu jawabannya.

Di tahun 2015 aku lulus. Iya. Aku beserta teman satu jurusan berhasil memecahkan rekor karena untuk pertama kalinya jurusan kami berhasil lulus 100%. Di tahun 2015 aku juga kerja. Walaupun ini bukan pertama kalinya aku menghasilkan uang, tapi terus terang, aku ngerasa lebih gampang menjawab kalau ada yang nanya "kerja di mana?". Belum lagi kalau ada yang tanya "Nganggur berapa lama selepas wisuda?". Duuuhh yaaaa.., mau aku jawab "Lek takok ojok sak oyot-oyot e" atau "Iki takok ta kuis?", tapi aku sadar kalau aku bukan lagi anak SD yang selalu merasa lega setelah bikin orang cegek.

Tapi sebenernya, yang paling penting di 2015 bukan pada pencapaian "aku lulus". Melainkan "Bagaimana aku bisa lulus?" "Apa sajakah yang aku lakukan demi lulus?" "Apakah ada yang sakit hati saat aku lulus?" "Berapa jumlah orang yang aku buat menangis sedih dalam kelulusanku?".

Benar sekali. Dulunya aku tidak pernah menyangka. Tekanan-tekanan dari sejumlah pihak terkadang lebih berat dari syarat lulus itu sendiri. Terkadang tanpa disadari, cara menjadi pemenang adalah dengan membuat yang lain terjatuh. Saat terjatuh, yang dibutuhkan bukan hanya obat luka --- melainkan obat penghilang dendam. Ya, begitulah yang aku dapat. Ketika orang-orang yang seharusnya semakin dekat di saat tersulitku, justru menjadi begitu asing. Bahkan sampai tulisan ini dibuat, aku belum dijelaskan mengapa di 2015 karakter-karakter itu harus muncul. Di sekitarku, dan di senyum-senyum orang yang seharusnya bisa diajak berjuang bersama. Sedih. Tega. Aku tuh nggak bisa diginiin.

Semakin dewasa, seseorang akan semakin tahu bahwa ada tanggung jawab setelah kata-kata dalam pikiran berubah menjadi ucapan. Aku juga sadar, bahwa kehidupan akan jauh lebih berat bila kita terus menerus melakukan kecurangan ataupun menyakiti hati orang lain. Dalah hal apapun, setiap orang harus memilih jalan yang ingin ditempuh. 

Di 2016, 2017, 2018, dan seterusnya... aku dan juga kita semua akan menikmati hal apa saja yang sudah kita lakukan di tahun 2015. Begitupun aku yang akan menikmati hasil lulus dari tempat ini. Apakah aku bisa lulus di dunia luar, atau hanya menjadi pengikut yang masa depannya ditentukan orang lain? Atau yang lulus namun masih harus membalas kesalahan di masa lalu? Karena ijazah hanya ijazah. Predikat "lulus" sebenarnya hanya kita yang tahu.

Setiap orang boleh berlaku seakan-akan menang. Namun diri sendiri sangat tidak bisa dibohongi.

-----------------------------------------------------------

Selamat menjalani 2016.
Tahun ini ada 366 hari, lho. Lebih banyak sehari dari tahun 2015.
Semoga lebih bijaksana.
Salam.