Minggu, 27 Desember 2015

Setengah Tidur Setengah Bangun

Di sebuah garis aku berjalan. Merasakan kebahagiaan dan kejutan di setiap langkah. Kuperlambat langkahku untuk menikmati, kupercepat langkahku untuk menemukan cerita selanjutnya. Sebelum pada akhirnya aku berhenti karena takut jatuh.

-----------------------------------------------------------------------------

"Tolong bangunkan aku, Tuhan. Ini terlalu indah. Cukupkan saja sampai sini."

Dia tersenyum seperti biasa. Matanya menyipit, bersamaan dengan hidungnya yang mengembang. Aku sedikit jago mengatur gengsiku. Padahal bila dia lebih teliti, sebenarnya hasratku untuk memeluknya sangat tidak terbendung.

"Mimpi suka datang sembarangan. Apabila sekarang Kau menggantinya dengan seseorang yang lebih masuk akal, aku tidak akan terlalu terkejut."

Dia memanggil pelayan kemudian memilih makanan dan minuman sebelum menawariku. Itu perilaku wajar sebenarnya. Teman laki-lakiku sering melakukannya. Tapi entah dari mana, tiba-tiba saja aku merasa bahwa dia seperti aktor di drama Korea favoritku. Terutama cara dia duduk. Caranya meletakkan kaki kanan di atas kaki kiri sangat sempurna. Lebih sempurna bila aku bisa bertumpu di sana juga, barangkali.

Aku memegang menu - tentu saja setelah menikmati caranya menawariku, menaikkan alisnya, dan... oh, iya, tangan kami sempat bersentuhan. Pilihan makanannya tidak begitu banyak. Tapi aku sengaja memperlama keputusanku biar dia menungguku. Memperlama keputusan, biar dia menungguku. Iya, biar dia menungguku. Oke, aku mulai licik.

"Tuhan, kenapa aku tidak dibangunkan sekarang?"

Tiba-tiba aku sekarang ada di tempat tidur - tanpa dia beserta aromanya yang pas. Syukurlah. Ini akan menjadi beban menyenangkan bila dia juga di tempat tidurku. Namun suaranya keluar dari ponsel. Bukan hanya suara, wajahnya juga. Aku sadari ini video call. Layaknya pasangan LDR, aku menikmati pengalaman pertamaku. Pasangan? Oke, aku mulai lancang.

"Tuhan, haruskah sebelum tidur aku tidak perlu lagi berharap mimpi indah? Aku takut sakit kalau bangun."

Cerita, tawa, rencana liburan, nasehat, sedikit rayuannya, besar harapanku, senyumnya yang memabukkan, dan hatiku yang selalu pasrah, berhasil kami tebar sepanjang percakapan dua jam itu. Aku tenggelam dalam halusinasi remaja 13 tahun, yang percaya-percaya saja bila ada yang memuji.

Juga panggilannya untukku yang mulai berubah. Terus terang, aku tidak bisa santai untuk hal ini. Pikiranku tidak bisa bila tidak berpikir macam-macam. Dulu kami berbicara dengan bahasa yang terlalu resmi. Seakan-akan usiaku terlampau jauh di atasnya. Ditambah lagi dia yang selalu menyebut dirinya "saya".

"Akhirnya aku menikmati tidur panjang dan mimpi indahku. Jadi biar begini saja."

Sudah sebulan dia tidak menghubungiku. Apakah dia sakit, ada masalah, atau terpenjara di hutan? Tapi di zaman serba canggih seperti ini, hutan mana yang tidak menyediakan wifi? Semoga Tuhan tidak menganggap kekhawatiranku sebagai doa-doa yang dikabulkan.

Panjang umur. Ada panggilan telepon darinya yang aku jawab dengan berusaha untuk tidak tergesa-gesa, namun juga tidak terlalu lama. Di seberang sana, entah di belahan bumi bagian mana, dia berkata, "Hei.., apakah sedang sibuk? Saya butuh bantuan."

"Jadi sebenarnya, Tuhan, cerita yang terlalu panjang ini, adalah mimpi indah, prasangkaku yang berlebihan, atau kebahagiaan yang aku takutkan tidak berlangsung lama? Kuberserah pada-Mu, untuk membangunkanku, atau melanjutkan mimpi indahku."

Minggu, 20 Desember 2015

Bekal Takkan Habis

Di depan teman-temanmu, kamu mengenalkan aku sebagai perempuan dengan tawanya yang selalu lepas. Periang yang rela berulah apapun asal orang di sekitarnya bahagia. "Kalau sama dia, aku selalu tertawa" adalah kalimat terindah yang keluar dari mulutmu sampai saat ini. Kalimat yang sungguh aku siasati dengan sangat lengkap, yang bermakna dalam, dan berarti luas.

Di depan teman-temanku, aku mengenalkanmu sebagai seorang yang pandai namun tak banyak bicara. Seorang yang selalu ada, mendengarkan, dan tak banyak menuntut. Seseorang yang sekali berbicara, selalu berisi hal baik yang penuh pertimbangan. "Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, seakan-akan sudah dirancang sedemikian rupa sejak beberapa hari yang lalu. Tersusun rapi, bernyawa, dan membuat orang lain selalu ingin mengingatnya", begitulah aku mendeskripsikanmu kepada orang lain.

Namun ada hal-hal yang tak kuceritakan.

Sebab kita adalah dua orang yang berbeda saat hanya berdua. Di saat-saat tertentu, aku adalah perempuan menyebalkan yang merengek, pemurung, dan gampang diserang rasa takut perihal hal-hal di masa depan. Penakut yang memikirkan pikiran-pikiran orang lain. Sedangkan kamu adalah orang yang banyak bicara. Pengetahuanmu yang sangat banyak, membuatku selalu ingin belajar. Penyemangat tiada henti, yang tidak pernah kehabisan nasehat untukku.

Tentang cerita keluarga, pengalaman paling menarik di hidupmu, terima kasih sudah mempercayaiku untuk memilikinya. Kalimat dan suaramu yang tegas namun rendah hati, yang pelan namun meyakinkan, yang lepas namun terarah, barangkali bisa menjadi bekal takkan habis yang bisa aku gunakan sewaktu-waktu.

Terima kasih sudah datang. Meski sebentar, mimpi indah tetaplah mimpi indah.

Minggu, 01 November 2015

Remember Oktober

Adalah sebuah bulan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan di masa lampau. Bagaimana mungkin aku tetap merajuk bila Oktober sudah menerangkan semuanya?

Dendam itu seolah luntur seiring pesan-pesan yang kamu kirim. Atau video call yang meski sebentar namun membuatku merasa lebih berani. Pengalaman baru dan hal-hal pertama kali, aku pikir tidak akan cukup bila dilakukan dalam 31 hari. Percakapan tentang masa depan, kopi yang aku teguk pelan-pelan, atau panggilan yang mulai berubah. Kesemuanya sempat menjadi kaku. Barangkali masih kaku.

Oktober menjadi pengingat bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah perasaan ikhlas setelah kehilangan. Karena sesuatu baru yang lebih indah tidak akan datang bila yang lama masih disimpan.

Aku ingin mencintaimu beserta cara berpikir, akal sehat, semangat, mimpi indah, cerita masa kecil, dan senyummu yang mematikan.

Jangan tidur malam-malam! Mata sayu tidak bisa menatap dengan tajam.

Aku tidak ingin sendirian, lagi.



Ravita,
beserta tawa yang selalu pecah.

Minggu, 11 Oktober 2015

Percakapan yang Berhenti

Sekarang aku mulai tahu alasan seseorang mengulur-ulur waktu saat menjawab pertanyaan. Adalah sebuah kebahagiaan yang lebih panjang.

10 percakapan yang bisa dilakukan 2 menit, diperpanjang menjadi 2 jam dengan jumlah percakapan yang sama. Isinya sama, panjangnya sama, maknanya sama. Semuanya sama. Hanya total waktu atau jarak membalas saja yang berbeda.

Ketika sebuah pesan diterima, seseorang bisa saja segera membalas. Tidak sampai semenit. Namun seseorang mulai berpikir untuk memperlambat. Biar debarnya lebih panjang. Seakan-akan sedang saling berbicara berjam-jam. Padahal khayalannya saja yang berbicara.

Tidak masalah. Setiap orang memiliki cara untuk membahagiakan diri sendiri, kan? Tidak ada aturan atau larangan kapan seseorang diwajibkan menjawab pertanyaan. Kalau memang ada, barangkali aku salah satu orang yang akan melarang seseorang untuk tidak berhenti membuat percakapan.

Percakapan yang berhenti masih terasa memberatkan, memang.

Jumat, 09 Oktober 2015

Searah (Musikalisasi Puisi)



Selamat mendengarkan puisi. Semoga jatuh hati.

Kepada yang Menatapku Tiada Henti

Kuakui bahwa pada awalnya aku terkesan. Namun terkesan saja rasanya tidak cukup dijadikan alasan untuk mengambil keputusan. Aku ingin bertindak cepat, namun tidak ingin terburu-buru seperti biasanya.

Beberapa waktu ini, kupikir persembunyian adalah langkah yang tepat. Untuk berkaca apakah selayaknya aku ditinggalkan atau diperjuangkan. Tidak bertemu orang-orang, bahkan melalui huruf. Memikirkan pikiran orang-orang masih menjadi hal menakutkan, ternyata.

Aku pernah tertawa sambil menyimpan dendam. Aku banyak bicara sebab sakit hatiku menerima pengabaian seseorang. Barangkali orang yang kupikir ingin menciumku sedang mempersiapkan diri untuk mengigit bibirku. Tiada yang tahu. Atau sahabat yang menangis bersamaku, sedang mempersiapkan liburan tanpaku, di belakangku?

Salah satu alasan orang menulis sebab tidak sanggup menanggung semuanya. Seperti banyaknya kata-kata dan rayuan lelaki di luar sana, yang kutahu tidak lebih indah dari penulis yang tidak ingin disebut penulis. Atau yang memang sangat indah, namun aku tahu sumbernya. Bukankah seharusnya puisi tidak disampaikan oleh penipu?

Tuhan, lukaku belum kering. Kalau seseorang hanya datang untuk membasahi kemudian pergi, kumohon jangan dikirim sekarang.

Selasa, 06 Oktober 2015

Selisih Setahun

Tidakkah kau lihat awan-awan menjadi mudah untuk ditiduri
Atau lautan yang berubah menjadi lantai dansa
Barangkali aku belajar berjalan sambil menunggumu dilahirkan
Atau aku berada di taman kanak-kanak, sedangkan kamu masih harus bersabar

Ini sajak sederhana yang tidak melibatkan kalimat susah
Impianku hanyalah jeda usia yang tidak dihitung
Sebab pertanyaan dan prasangka melarang kita untuk mengakui
Bukankah kebahagiaan hanya dimiliki oleh orang-orang yang berani tidak peduli?

Aku memang bahagia
Namun sayang, kita hidup di negara dengan masyarakat yang suka bertanya
Apakah satu tahun begitu berarti bila ini aku, sedangkan itu kamu?
Apakah satu tahun begitu berarti bila kita sudah diprogram untuk jatuh cinta?

Kamis, 03 September 2015

Matamu Sayu

Aku cukup percaya diri
Untuk menjadi secangkir bahkan bercangkir-cangkir kopi
Yang bisa membuatmu betah bertahan
Juga bisa membuatmu sakit pelan-pelan

Kukatakan tidak rindu
Biar kamu istirahat

Kamu harus menua dengan sehat
Dengan tawa dan tatapan meyakinkan
Bukan untuk aku
Melainkan pasanganmu nanti

Kukatakan tidak rindu
Biar kamu istirahat

Kita pulang tidak terlalu larut
Biar besok pagi harapanku jadi lebih
Tapi tetap saja
Sayu.

Rabu, 01 Juli 2015

Dia
Tinggal di sebuah kota yang minim aturan
Kebebasan milik semua orang
Seakan semua yang di sana sepakat dengan kalimat itu

Setiap perempuan bebas masuk ke kamarnya
Tersenyum dengan alasan pertemanan
Telah menjadi sakit yang biasa aku ikhlaskan
"Kalau sayang harus percaya," katanya

Laki-laki dan perempuan tidak ditakdirkan bersahabat
Salah satunya pasti jatuh cinta
Aku paham betul
Sebab salah satu perempuan itu dulunya aku

Selasa, 30 Juni 2015

Sebelum Juni Berakhir

Tidak ingin panjang lebar sebab 20 menit lagi, bulan Juni segera berakhir.

Aku ingin menyampaikan, kata-kata yang sering kusampaikan sejak pertama kita bertemu. Kadang-kadang bahagia bukan kita yang membuat. Kadang-kadang usia terlalu mengambil peran bagi senyum yang selalu kamu tebar di sebelah kiriku. Kamu menganggap pengakuan begitu berarti sampai melupakan apa yang dirimu mau.

Di atas bulan yang kamu tunggu - yang tentu saja aku juga menunggu sebab kamu paling bahagia di bulan ini - aku mendoakanmu. Setiap malam, tanpa peduli aku berada di atas bulan apa.
Semoga bertambah dewasa, diiringi senyum dan keputusan yang bijak.

Aku masih aku, meski tahu kamu tak selalu kamu.

Sabtu, 27 Juni 2015

Barangkali

Barangkali seorang teman yang menurutmu cari perhatian adalah seorang anak yang keluarganya tidak lengkap sejak kecil.
Barangkali seorang teman yang suka membicarakan hal tidak penting adalah anak yang ayah ibunya sudah tua, dari pagi sampai malam berjualan, dan tidak berhasil menjaga komunikasi yang baik dengan anaknya.
Barangkali seorang teman yang bajunya itu-itu saja, memiliki adik yang banyak dan sangat bahagia bila membeli baju untuk adik-adiknya.
Barangkali seorang teman yang berbicara kasar, memiliki keluarga yang selalu bertengkar dan berteriak. Tidak seperti dirimu yang bisa mengajak ayah ibu makan di restoran dengan mudah.
Barangkali seorang teman yang sering kamu bicarakan di belakang, selalu baik kepadamu, menemanimu makan, dan membantumu menyelesaikan tugas tanpa mengungkit-ungkit. Dia selalu memaafkanmu.
Barangkali seorang teman yang tidak pernah mengajakmu bicara adalah seorang teman yang pernah begitu ramah kepadamu namun kamu abaikan.
Barangkali seorang teman yang namanya masuk dalam daftar sindirian di akun sosial mediamu adalah seorang teman yang mati-matian menjaga nama baikmu di depan orang lain.
Barangkali seorang teman yang hari ini kamu sindir, semalaman menangis dan tidak bisa melupakan sindiranmu hingga besok, besok, dan besoknya lagi.

Barangkali... barangkali... barangkali...

Barangkali hatimu bergetar saat membaca ini, barangkali sudah saatnya kamu berubah. Maaf. Aku menulis sebab kamu lebih suka membaca daripada mendengar.

Mengapa menyindir, bila saling menyayangi lebih mudah, tidak berdosa, dan disukai Tuhan?

Aku mencintaimu, meski tidak sampai bulan.

Minggu, 07 Juni 2015

Saya: Bila Seorang Teman Merasa Tidak Punya Teman

Hari ini saya menangis. Sungguh, saya tahu bahwa itu bukan awal kalimat yang baik untuk mempertahankan pembaca agar membaca tulisan ini sampai habis. Tapi kenyataannya memang saya menangis dan saya berharap kalian berhenti membaca setelah menemukan tulisan "terima kasih".

Saya menangis sebab seorang teman yang saya temani karena saat itu merasa tidak punya teman, kini kembali ke temannya. Saya tidak bisa membedakan antara terharu, bangga, bahagia, atau kecewa.

--------------------------------------------------------------------------------

Kita tidak hidup pada zaman penjajahan di mana setidaknya memiliki mental yang kuat untuk membunuh penjajah. Kita hidup pada zaman di mana untuk membahagiakan seseorang bisa dilakukan dengan hanya memberi satu senyuman.

Kepada teman-teman yang merasa ceritanya saya tulis di sini, saya katakan bahwa itu benar. Saya bukan orang baik, itu sebabnya saya ada di bumi. I love you!

Saya memanggilnya "Ayis", berharap dia punya kenangan yang semoga lucu di masa kuliahnya.
Saya memanggilnya "Oppa", sebab saya tahu dia senang apabila seorang teman manja kepadanya.
Saya menjemput dan mengantar teman laki-laki yang baru saja menjual motornya agar dia berpikir bahwa dia masih punya teman perempuan yang bisa diandalkan.
Saya menelepon seorang teman yang sakit. Membuatnya tertawa sebab selera humor saya yang bagus tidak dijual di apotek dan rumah sakit.
Saya berkata ke salah satu dosen agar saya saja yang dikatai "gendut" di kelas. Jangan teman yang lain. Sebab saya lebih bisa bertahan dengan hal itu.
Saya bercerita hal paling menyedihkan di hidup saya kepada seorang teman yang iri dengan kehidupan saya. Berharap agar dia sadar bahwa Tuhan selalu adil, kemudian dia bersyukur menjadi dirinya sendiri.
Saya tidak berbasa-basi "Apakah kamu lolos SNMPTN?" kepada teman yang saya tahu tidak lolos. Sebab saya tahu tidak semua orang bisa dengan mudah menceritakan kegagalan. Saya juga tahu bahwa apabila dia lolos, dia pasti cerita dengan sendirinya.
Saya menemani seorang teman yang tidak memiliki tim PKM sebab 2 orang sahabatnya membuat tim sendiri. Saya berbohong dengan mengatakan belum dapat tim sebab tidak ingin membuatnya merasa sendiri.
Saya menyuruh seorang teman mengangkat tangan dan mengutarakan pendapat di kelas. Sebab saya tahu, setiap orang ingin didengar tetapi tidak semuanya memiliki keberanian yang cukup.
Saya tidak bercerita tentang kebaikan dan kehebatan ayah saya kepada teman yang sudah ditinggal pergi ayahnya. Sebab saya tidak ingin membuat mereka iri kemudian marah kepada Tuhan.
Saya rutin mengajak berbicara teman yang paling tidak disukai di kelas sebab saya tahu, teman adalah rumah kedua setelah keluarga bagi sebagian orang. Saya ingin memberitahunya bahwa saya adalah teman yang bisa dijadikan rumah kedua.

Saya tidak menganut kepercayaan "lupakan kebaikan yang telah kamu lakukan" atau "kalau sudah memberi, tangan kiri jangan sampai tahu". Menurut saya, tangan kiri dan semua orang harus tahu bahwa ada banyak cara menolong orang lain. Saya membenci orang yang terlalu lama membaca buku tanpa membaca lingkungan sekitar. Saya bangga menjadi diri sendiri. Sebab buku bisa dibeli, sedangkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar hanya bisa dibiasakan oleh kemauan diri.

Ketika semua telah kembali; seorang teman mendapat motor baru, 2 sahabatnya kembali, dia sembuh, dia berani menyampaikan pendapat, dan beberapa teman bertemu kekasihnya, saya hanyalah seorang teman yang tugasnya sudah selesai.

Hal yang harus diingat adalah, tugas saya menemani teman-teman yang merasa sendiri. Jadi apabila mereka kembali, giliran saya yang tidak boleh merasa sendiri. Heeeyyy..., merasa sendiri tidak berarti benar-benar sendiri, lhooo... :)

Terima kasih.

Senin, 01 Juni 2015

Suatu Juni

Sebelum ada puisi-puisi dan lagu tentang bulan Juni, aku adalah salah satu perempuan yang berhitung
Perihal kepasrahan sampai ingatan yang tak tahu malu
Sebelum ada tanggal sakral bagi dua orang yang bahagia, aku adalah perempuan yang mempersiapkan hadiah
Membuat mereka bahagia mendengarkan doa dan nyanyianku

Aku rindu memberi ucapan tanpa kepayahan menembus dinding
Aku lupa cara bersalaman tanpa peduli dibunuh tatapan
Menjadi orang paling bahagia di bulan Juni, ingin kujaga sampai habis
Namun aku bukan orang yang bisa pura-pura tidak tahu

Terkadang aku membenci ingatanku yang mendadak berfungsi pada suatu yang tidak perlu diingat
Bulan Juni seharusnya tidak membuatku terlihat semakin bodoh
Menandai sebuah hari dan siap menyalahkan diri
Melupakan hari lain dengan menyangkal setiap air mata

Aku ingin tidak lagi berusaha memberikan senyum terbaik, atau menahan senyum terbahak-bahak
Bukankah senyum adalah ekspresi normal yang tidak untuk dibuat atau ditahan?
Begitupun bulan Juni yang kuharap dapat berjalan semestinya
Seperti saat puisi dan lagu belum diciptakan

Surabaya, 01 Juni 2015
Di atas bantal oranye pemberian seseorang.

Jumat, 22 Mei 2015

Hula-hula

Puisi ini tidak disponsori oleh perusahaan es krim
Kamu harus tahu bahwa ini lebih mahal dari total seluruh perusahaan es krim di dunia
Bahkan kepadamu, aku tidak membaginya cuma-cuma
Kamu harus membayar kenangan-kenangan yang bisa membuat setiap pagimu berisi pikiran-pikiran

Aku hafal aroma parfummu meski tidak pernah kamu dekap
Aku memiliki intuisi yang begitu hebat meski tanpa kamu bagi radar
Kesempatan yang beberapa kali aku sangkal
Atau keraguan yang berkembang biak dengan cepat

"Hula-hula adalah hura-hura yang manja
Hura-hura adalah kebahagiaan yang pura-pura"


Bagiku, kamu lebih dari panggilan sayang
Aku hanya tidak menyangka bahwa kamu memilih perempuan yang di akun pribadinya berisi banyak foto laki-laki pujaannya
Pun aku tak menyangka bahwa yang kamu pilih, masih mencari laki-laki lain dengan cara mengajak berkenalan di kereta saat liburan ke Jogja, saat sudah memilikimu
Kalau yang kamu pilih seperti itu, aku bangga sebab aku bukan perempuan itu
Selain memujimu lewat puisi, aku tak seberani perempuanmu dalam menjual harga diri

"Sayang...,
aku bukan perempuan yang akan mengancammu untuk terjun dari lantai 3."

"Terkadang, aku tidak membeli sepatu karena suka, atau butuh.
Melainkan karena mumpung ada dan murah. Iya, meski cepat rusak."

Aku menulis ini agar kamu tidak menyesal
Dengan begini, saat kamu mencariku, kamu dapat membaca tentang dirimu
Hey...., sudah lama ini bukan tentangmu
Terima kasih sebab masih rutin berkunjung



Maaf,
terkadang jujur memang menyakitkan.
Semoga kamu tidak sesakit saat aku menulis ini.

-Ravita-

Jumat, 24 April 2015

Kepada Seseorang yang Doanya Selalu Aku Amini

Di hari itu, aku membiarkan diriku menjadi sebutir obat dan segelas air putih yang larut di dalam tubuhmu. Mencari kerusakan di dalam sana kemudian berteriak, "Aku benci melihatnya lemah!"

Kita berada pada ranjang yang sama. Tidak melakukan apapun selain berusaha menguatkan. Tidak apa. Kamu diam saja. Cukup aku yang memelukmu. Membiarkan semut-semut berjalan pada kedua tanganku, jangan di tanganmu.

Tidak seperti aku, sakit dan air matamu tidak dapat dihentikan dengan es krim atau iming-iming bertamasya keliling kota. Kamu begitu indah, bahkan dalam kondisi terpayahmu. Berkatalah apapun, akan aku amini semuanya. Termasuk harapan apabila aku lebih bahagia bersama orang lain.

Sampai di sini saja. Katamu, "Jangan ditulis semua!"




-Ruangan Tanpa Cuaca-

Selasa, 24 Maret 2015

Basa-basi Paling Basi

Jarak yang memisahkan kita membuat ruangku angkuh, penuh dengan sembilu
Sakit hatiku tidak sebanding dengan indahnya kenanganmu
Ingatan tentang pertemuan pertama masih jelas terekam dalam memori
Dua orang yang sama-sama menunggu, memutuskan bercakap dan bertukar nama saat itu

Melihatmu tetap sendiri dalam waktu yang lama
Membuatku berpikir bahwa kamu masih menungguku
Mengapa basa-basi paling basi "apa kabar?" tidak kamu ganti dengan pernyataan "Aku merindukanmu."
Jika kamu yang memulai, aku tidak akan ragu melengkapi kalimatmu

Aku pikir kamu hanya datang saat malam atau saat aku bersedih
Bahkan saat sedang bahagia, kamu masih menjadi orang pertama yang ingin aku peluk dan kuucapi terima kasih
Keramaian menawarkan banyak kebahagiaan dan warna yang aku suka
Sementara ketiadaanmu yang aku hidupkan membuatku lebih tersenyum dari penawaran itu

Merayakan banyak hal denganmu adalah saat yang paling kunanti
Aku suka bernyanyi, walaupun nadaku sumbang
Namun untuk mengisi kekosongan di nadamu, aku bisa melakukannya dengan puisi
Maaf. Aku tak pandai basa-basi.


Sabtu, 28 Februari 2015

Searah

Pemandangan yang sama terjadi setiap pukul 6 pagi
Perempuan yang taat peraturan dipertemukan dengan laki-laki yang akrab dengan pelanggaran
Menunggumu di tempat yang sama, berharap kamu segera datang dari arah selatan
Begitulah kita. Kamu terlambat, sedangkan aku selalu memaafkan.

Pemandangan yang sama juga terjadi setiap pukul 3 sore
Perempuan anti sosial dipertemukan dengan laki-laki gila organisasi
Menunggumu selesai menyapa dan berbicara dengan setiap orang yang kamu jumpai
Begitulah kita. Kamu populer, sedangkan aku kurang pergaulan

Aku rindu menunggumu di depan gang rumah dan gerbang sekolah
Kamu tidak menjemputku sebab letak rumah kita searah
Saat pulang, aku juga tidak diantar sebab rumah kita searah
Hanya bisa berharap keduanya bahagia meski salah satu harus menunggu

Aku menulis ini bukan untuk membangkitkan pikiran-pikiran
Hanya ingin mengatakan, betapa menyenangkan pernah menjadi temanmu
Teman yang pernah menunggumu dengan lucu
Teman yang pernah berharap agar bisa selalu searah denganmu

---

Dari aku
Temanmu yang rindu searah denganmu
Btw, aku masih jadi temanmu yang lucu, kan?

Jumat, 06 Februari 2015

Mendengarkan Puisi

Mendengarkan Puisi

Aku ingin menjadi nada di setiap kesempatan yang kamu inginkan. Aku ingin menjadi suara yang kamu simpan dan bisa kamu bawa ke mana-mana. Aku ingin menjadi kata-kata yang kamu hayati untuk kemudian dimengerti. Aku ingin menjadi solusi untuk menyelesaikan kerinduanmu hanya dengan mendengar suaraku. Aku ingin menjadi jawaban rasa penasaranmu terhadap apa yang aku rasakan. Terakhir..,, aku ingin menjadi bait-bait sempurna yang mengerti ke mana tujuan.

Selain menuliskanmu, aku sekarang membacakanmu puisi. Adakah yang lebih indah selain menjadi lagu pengantar tidurmu?


Kamis, 01 Januari 2015

Puisi di Januari

Ada yang tidak ingin ditinggalkan
Ada juga yang membuat hati ingin segera digantikan
Mungkin waktu yang pasrah dilupakan
Atau terlalu percaya diri sedang diperjuangkan

Apakah bunyi terompet dan petasan adalah tanda sedang bahagia?
Bagiku tidak selalu
Terompet berfungsi untuk menyamarkan tangis yang menjadi-jadi
Sedangkan petasan, bisa sebagai bentuk penyamaran suara-suara bising di kepala

Bila tahun sebelumnya aku belum bisa menjadi lagu pengantar tidurmu
Biarkan aku di tahun ini setidaknya menjadi detik-detik di jam dinding kamarmu
Bila tahun sebelumnya aku tidak seberani warna sepatumu
Biarkan aku di tahun ini setidaknya menjadi tali yang mengisi lubang-lubang di sepatumu

Tenang saja, ada yang lebih cerewet daripada puisi-puisiku
Yaitu pikiran-pikiranku tentangmu
Namun untuk tahun ini, aku berharap puisiku lebih cerewet
Yang tentu saja tidak untuk pikiran-pikiranku tentangmu



Selamat tahun baru
Semoga lebih banyak lagi puisi yang dihargai