Selasa, 31 Desember 2013

Goodbye Hello

Goodbye 2013

2013 telah banyak memberiku hal-hal ajaib. Aku sangat berterima kasih. Walaupun ada sakitnya, tapi aku ingin banyak-banyak menyerap manfaatnya.
Aku menyebut tahun 2013 sebagai tahun pembelajaran. Sebab di tahun ini, aku belajar banyak. Mulai dari kuliah, sosial, public speaking, tanggung jawab, dsb.
Di tahun ini juga aku telah "melahirkan anak". Anak yang kelahirannya telah aku nantikan sejak 2012. Alhamdulillah sekarang dia sudah lahir.

Hello 2014

Aku berharap di tahun ini, aku bisa mewujudkan resolusi tahun 2013 yang belum penuh. Aku pengen anakku bisa semakin beranak pinak, bermanfaat bagi orang banyak. Aku pengen bisa selalu nyenengin keluargaku. aamiin. Ini bagian paling penting.
Dan untuk kamu...
Aku tidak ingin menaruh banyak harapan. Aku tidak pernah meminta apa-apa kepada Tuhan perihal aku dan kamu. Tahun ini juga begitu. Sama. Aku tidak berdoa perihal kita.

Sebenarnya, berdoa tidak hanya tahun baru saja. Ini hanya garis besar. Atau anggap saja, tulisan ini sebagai pembatas di blog antara tahun 2013 dan 2014. Bisa juga sebagai pertanda bahwa aku mengucapkan terima kasih untuk 2013, namun tetap memiliki mimpi di tahun berikutnya.

Tidak semua aku tulis di sini.

Selamat tahun baru, bagi siapapun yang membaca ini. Aku doakan mimpi-mimpi baikmu segera terkabul. Tuhan sayang kalian. :))

Senin, 30 Desember 2013

Menjangkau Kamu

Mengurut dengan detail setiap gerak pena
Sebisa mungkin merangkai kalimat agar mudah dipahami
Menangkis secara halus imajinasi yang keliru
Beradaptasi dengan pesona yang selalu kusalah artikan

Berjuang melawan tempaan
Berkata "tak apa" meski air mata berupa darah
Menerima dengan sangat pasrah saat cintaku kau tepuk
Menutup telinga dengan sangat rapat saat namanya mulai kau sebut

Aku ilalang yang akan bertahan saat kau injak
Namun tetap saja aku akan mati saat kau pisahkan dari tanah
Aku pujangga yang selalu menulis tentangmu
Meski berulang kali orang lain menganggapku pengemis

Bila lelaki yang paling aku rindu
Adalah lelaki yang paling jauh dari jangkauan
Biarkan aku mundur dengan sangat teratur
Lalu berkabung dalam puisiku

Kata #8

27 - 29 Desember 2013

Student camp tahun ini laksanakan di pacet. Kalau tahun kemarin aku jadi peserta, tahun ini aku jadi panitia

Di sini, aku banyak melakukan hal "serba pertama kali". Berikut rinciannya.
  1. Makan Bakso di Depan Surga
    Awalnya nggak kepikiran buat ngelakuin ini. Tapi diajakin si Raffi. Katanya, "Ayo Rav, kita eating bakso in front of paradise". Haha. Emang beneran. Pemandangan di sana bagussssss banget. Ada gunung, sawah, pohon-pohon, kabutnya ramah. Yaaa. Pokoknya lukisan Tuhan nggak bakal bikin bosen lah. Raffi juga bilang. "Menikmati bakso in front of paradise sebelum negara api menyerang". Hahaha. Maksud Rafii, negara api itu..... ya gitu lah. Tahu sendiri. hihihi. piss.
  2. Membangun Tenda.
    Sebenernya pernah bangun tenda. Tapi tenda yang langsung jadi gitu. Tenda yang bisa berdiri tegak tanpa memerlukan pasak. Ini tendanya besar banget. temenku bilangnya barak (bukan barak obama). Ini tenda buat pengungsian gitu. Panjangnya 12 meter.
  3. Bubuk di Barak
    Semua panitia bubuk di satu barak. Iya, semua. *if you know what I mean* hihi. Bercandaaaaaa.
  4. Ketiduran di Pinggir Sawah
    Sewaktu jaga pos tengah malem, karena kelamaan nunggu peserta, aku ketiduran di sawah-sawah. Eh, bangun-bangun mengigil.
  5. Mengigil Parah
    Ini pertama kalinya aku kedinginan sampek mengigil kayak gini. Badanku geter, nggak bisa aku kontrol. Waktu itu nggak ada satu orang pun yang nolongin aku (kasian banget aku). Padahal mereka tahu aku mengigil, tapi tetep ajah dicuekin. Mereka cuman bilang "Pakai minyak kayu putih ajah" sambil nggak liat ke arahku.

    Aku nyari temenku (Nindy sama Sarah) yang insyaAllah pasti nolongin aku, tapi mereka lagi nggak sama aku. Sempet nelpon Risa selaku koordinator kesehatan, tapi dia juga jauh dari banget dari aku. Dia kebingungan, sempet nyuruh aku minum tolak angin. Aku sampek nggak enak sama Risa. (Demi Tuhan, aku nangis pas nulis artikel bagian ini. Inget-inget betapa sedihnya aku terlahir di antara mereka). Ya ampun. Ternyata gini rasanya mengigil. Tangan susah kebuka. Begitu berhasil megang HP, bolak-balik mau jatuh.

    Aku kira aku mau mati waktu itu. Hampir ajah nelpon Ibuk di rumah. Tapi takut mereka malah khawatir. Akhirnya aku cuman mengobati diriku sendiri dengan mengatur "mindset" sambil baca doa-doa (terutama syahadat). Aku kira aku menghembuskan nafas terakhir di sana. Tapi Alhamdulillah Tuhan masih memberiku kesempatan. Kedengaran lebay. Tapi ini kenyataan.

    Pas besoknya, ada peserta (maba cantik) yang mengigil persis kayak aku. Dan kalian tahu? Yang nolongin banyaaaaaaaak banget. Lalu aku tersadar bahwa "selain orang miskin, orang jelek pun nggak boleh sakit". Jadi lain kali, aku harus jadi orang cantik dulu baru boleh minta tolong. Gitu.
  6. Dua Kali Mandi Bareng Nindy dan Sarah
    Ini bagian paling absurd. Nggak pantes diceritain. Tapi ya udahlah. Hahaha. Yang jelas, hal ini tidak akan terjadi kalau antrian kamar mandi tidak berjubel. Setidaknya, kami bertiga dapat membantu memperpendek antrian.
  7. Games Bareng Satu Departemen Multimedia Kreatif
    Ya. Ini pertama kalinya basah-basahan bareng orang sebanyak ini. Lempar-lemparan air, dan sebagainya. Anggap saja aku bahagia di bagian ini. Walaupun pada akhirnya, aku tetap menjadi mahasiswi yang ingin cepat lulus dan berhenti menatap wajah mereka.

Sekian seklumit cerita dari pacet. Mohon maaf atas segala kesalahan kata-kata. Aku hanya tidak dapat berbohong saat menulis.

Salam.

Minggu, 29 Desember 2013

Welcome, Capricorn!

26 Desember 2013, 11:28

Selamat datang di bumi, Capricorn.

Terima kasih, telah ikut berjuang untuk berpijak di bumi ini. Kamu seperti anak pertamaku yang akan membuatku bangga suatu hari nanti.

Aku bangga melihatmu, sungguh. Sekarang memang belum waktumu terbang. Tapi sebentar lagi, kamu pasti akan menjukkan kepada dunia bahwa kamu ada.

Terima kasih, Nak. Telah membantu untuk memecahkan resolusi tahun 2013-ku.

Jadilah anak baik-baik. Buat agar dunia melihatmu, menyanjungmu. Agar lebih mudah bagimu dan bagiku menyampaikan banyak hal baik.

Kelahiranmu adalah perjanjian antara Tuhan dan aku bahwa kamu akan membawa pengaruh yang baik bagi bumi.

Bismillah. :')

Rabu, 25 Desember 2013

Kata #7

Cemburuku sedikit. Keinginanku untuk melihatmu bahagia yang banyak.

Suatu hari, saat aku sangat berusaha tertawa selebar mungkin.

Kata #6

"Adakah bagian dalam diriku yang salah waktu itu?"
Aaaahh.., bukankah orang yang jatuh cinta selalu ingin merasa benar? Jadi maklumlah.

"Apakah aku membuatmu malu di hadapan yang lain?"
Namun bila kamu nikmati, semua "malu"mu akan berubah menjadi bahagia tak terkira. Aku begitu. Percayalah.

"Saat tatapan mata kita mau tak mau harus bertemu, apa yang kau rasakan?"
Kalo aku, berusaha tidak merasakan apa-apa. Tapi ada bagian dari hati yang benar-benar tidak bisa berbohong.

Aku tahu hanya aku yang salah tingkah di hari itu. Kamu tidak. Tapi bisakah kamu berpura-pura salah tingkah sepertiku? Aku hanya sedang ingin dibuat GR. Sudah lama tidak merasa begitu.

Ah sudahlah. Aku ingin membiarkan semua berlalu. Sebab bisa jadi, kamu hanya menganggap semua hanya kebetulan.


Sore hari, saat aku dan kamu berada di satu presentasi.
Saat kita sama-sama berjuang untuk hal yang sama.

Kata #5

Terlalu banyak yang ingin aku jelaskan, aku tulis, dan aku ceritakan. Sampai akhirnya aku memilih diam karena tak tahu bagian mana yang harus lebih aku dahulukan.

Namun satu hal yang perlu kau tahu, bahwa
aku tak mungkin memulai tindakan apapun meski harapku nyaris kadaluwarsa.

Minggu, 22 Desember 2013

Kata #4

Ini bukan dongeng, atau fabel. Ini hanya sedikit cerita tentang lintah...

Semalam.., aku dan beberapa teman seperjuangan yang selalu mengaku "berani mati takut lapar" pergi ke pacet. Kita tracking, melewati dinginnya sawah yang penuh kabut. Sampai malam kita berada di sana.

Malamnya, kita juga tetap tracking. Dengan gerimis kecil-kecil, jalanan licin, jadi kita harus saling membantu satu sama lain dengan berpegangan tangan. Pada bagian ini, dalam hatiku bernyanyi (kemesraan ini, janganlah cepat berlalu~) *well* *skip*

Setelah selesai.., kita balik ke tempat awal. Lalu ada seorang teman yang heboh karena di kakinya ada lintah. Aku pun juga ikut teriak, heboh (tahu sendiri kan gimana aku). Dan aku baru tahu. Ternyata kalo habis ketempelan lintah, keluar darah lumayan banyak. Serem. Aku jadi parno. Alhasil aku ngecek kakiku, berharap nggak ada lintah di sana. Alhamdulillah. Tapi teman-temanku, kasian. Di badannya banyak banget lintah sampek berdarah-darah.

Aku masih ngeri dalam perjalanan pulang. Tapi di sisi lain, kenapa aku kasihan sama lintah, ya?

Di atas motor, sambil ngantuk, aku berpikir. Semisal aku dan teman-temanku tidak berada di sana, lintahnya makan apa. Lintah kan penghisap darah. Terus kalo nggak ada yang bisa dihisap, apa yang dilakukan oleh lintah?

Aku sedih. Tapi kalo darahku dihisap lintah, ya aku nggak mau.

Ah sudahlah. Kita memiliki hidup masing-masing, Aku dan lintah, ada baiknya tidak saling mencampuri urusan masing-masing.

Bye bye lintah. Jaga hidupmu baik-baik. Jangan mengganggu teman-temanku lagi, ya.

Jumat, 20 Desember 2013

Kata #3

Seandainya hari ini aku bangun lebih awal. Tentu aku akan berada di pantai bersamamu.

Namun meski aku tak di sana. Ragaku selalu berada di antara kamu dan bayanganmu. Suaraku adalah suara yang menyenandungkan namamu.

Sekarang.., yang bisa aku lakukan hanyalah menunggu ruang, waktu, dan alam memilih kita.
Hanya kita.

Kamis, 19 Desember 2013

Kata #2

Kamu masih menjadi senyum di pagi butaku
Leleh bersama embun di pekarangan
Mimpi yang semalam
Adalah kenyataan yang belum kugenggam

Aku mengasihimu
Entah sedalam apa
Aku menginginkanmu
Entah senekad apa

Namun malam tetaplah malam
Dengan gulita tanpa ampun
Bila peluk adalah pinta yang muluk
Biarkan aku remuk pada hati yang terus mengamuk



Sampai saat ini, aku masih mengingat kejadian semalam -
saat lutut kita bersinggungan, saat kau bercerita,
dan saat itu juga aku ingin memelukmu.

Kata #1

Hari ini banyak yang kita bicarakan. Terutama saat orang-orang itu meninggalkan kita duduk berdua di bangku kantin pukul 9 malam.

"Aku capek sebenernya," katamu.

"Aku jauh lebih capek saat kamu bilang bahwa kamu capek," batinku.

"Aku nggak ngerti musti gimana. Berasa sendirian, nggak ada yang ngebantuin," lanjutmu.

"Aku di sini. Setiap saat ngeliat kamu, aku selalu ngawasin kamu. Kamu nggak sendirian," kataku dalam hati.

Hari ini kamu bercerita banyak. Mungkin kamu lupa apa saja yang sudah kamu ceritakan. Tapi aku, selaku penikmat sejarah, akan berusaha menyimpannya dengan sangat rapi dalam memori.

Biarkan aku menjadi pendengarmu. Penikmat alunan suaramu, juga cerita-cerita yang kau hidangkan. Dan untuk banyak kata yang selalu tercekik pada pita suaraku, maaf. Aku belum begitu ahli mengucapkan sesuatu yang seharusnya aku ucapkan.

Aku tidak tahu apa yang kau rasakan malam ini. Aku juga sedang tidak berminat untuk mengkhayal bagaiman perasaanmu. Aku hanya tidak ingin kau menyesal akibat kebersamaan kita yang bermula dari "random pembagian kelompok". Satu hal yang aku ingin kau tahu. Bahwa aku sudah merasa bahagia saat kau memutuskan untuk memulai pembicaraan.

Terima kasih karena kamu sudah sangat ahli dalam menutupi semuanya, seolah-olah tidak ada apa-apa. Maaf untuk banyak hal. Walau rasaku belum sepenuhnya hilang. Namun aku berusaha untuk hal itu.


"Aku sangat menikmati kebersamaan kita" aku ingin kau mengucapkan kalimat itu suatu hari.

Sabtu, 07 Desember 2013

"...rasaku masih ada. Hanya aku tutupi kadang-kadang..."

"...rinduku masih rajin bergelayut. Hanya tak kuakui adanya..."

"...mataku masih memuja punggungmu. Hanya aku alihkan saat kau berbalik..."

"...semuanya masih tetap sama. Meskipun orang lain berusaha menjadikannya menjadi tak sama..."

Terima Kasih Sudah Tersenyum


Saat kau melihatku melakukan hal bodoh. Lalu kau tersenyum - lama. Kemudian kau melirik ke arahku, dengan senyum yang semakin merekah. Yang aku lakukan hanyalah pura-pura tidak melihatmu. Sebab aku tahu, lirikan matamu tak akan pernah sanggup aku atasi.

Siang itu, aku tidak pernah menyangka mendapat kesempatan itu lagi. Aku tahu betul bahwa aku sedang kegeeran. Tapi setidaknya bahan bakar ini cukup untuk menjadikanku alasan untuk semangat berangkat ke kampus.

Malamnya, aku semakin gencar untuk bertingkah bodoh. Tak apa, sementara begini. Aku hanya sedang ketagihan menemukan saat-saat kau melirikku, dan aku yang pura-pura tidak melihatmu.

Terima kasih sudah tersenyum. Aku ingin tahu bahwa kau tahu, semua ini memang untukmu.



Setelah kau membaca ini, aku berharap kau tidak berhenti tersenyum. Meski ada ORANG LAIN yang selama ini mengganggumu, terus mengancammu.

Rabu, 27 November 2013

Rinduku Keliru

"Hai.., aku merindukanmu." kataku.

"Iya. Aku juga."

"Hari ini, aku sangat bahagia. Kau tahu kenapa?"

"Hmm.., tidak. Aku tidak tahu."

"Karena aku menemui rinduku berpaut. Mendengarmu mengatakan bahwa kau juga merindukanku, rasa bahagianya membuatku ingin berhenti di detik itu."

"Kau selalu berlebihan."

"Bukan. Tapi aku bicara pada kenyataan."

"Sayang..,langit mulai mendung. Kamu lebih baik pulang sekarang."

"Lalu kamu bagaimana? Aku tidak ingin membiarkanmu kehujanan di sini. Pulanglah bersamaku."

"Tidak. Aku di sini saja."

"Aku tidak mau. Kalau kamu tidak pulang, aku juga tidak mau pulang."

"Ayolah. Hujan semakin deras. Segeralah pulang. Demi aku. Biarkan aku di sini. Ini tempatku. Memang seharusnya aku di sini."

"Tapi..."

"Kumohon. Pulanglah ke rumahmu. Untukku..."

Dengan langkahku yang lemas, akhirnya aku memilih untuk pergi meninggalkanmu. Aku berjalan, di antara hujan yang derasnya menyamarkan seluruh air mataku. Andai aku mampu mengajakmu pulang. Aku ingin melindungimu dari dinginnya hujan yang terkadang tak bertoleransi. Atau bila kau terlanjur terkena rintik hujan. Setidaknya ingin aku suguhkan segelas teh hangat untukmu. Namun rasanya tak mungkin lagi.

Kamu.., jaga baik-baik dirimu di sana. Di bawah batu nisan yang rutin aku kunjungi. Dan juga rutin aku ajak bicara.




#Lomba #FF2in1 #FlashFiction #MenulisMarathon #30Menit

Selasa, 26 November 2013

Hai...
Sudah berapa banyak sakit hati yang telah aku gores ke dadamu?
Sudah berapa banyak malu yang sudah aku tanamkan pada mukamu?
Maaf.., bila aku membuatmu malu di hadapan dunia.
Andai aku mengerti bahwa ini jadinya.
Akan kubiarkan pisau itu menancap di tubuhku dari dulu.

Aku ini Orang Jahat

Kalau memang karma, biar aku terima. Tapi kalau memang aku sedang dicoba, bolehkah aku menuntut balas?

Tuhan, aku tidak sedang menjadikan blogku sebagai media untuk berdoa. Tapi terkadang, di tempat ini aku bisa merasa tidak sendiri. Maaf.

Aku terlalu munafik. Atau bila menjadi penjahat, biar saja sekalian. Sebagian besar yang ada di jiwaku memang setan. Aku bukan orang baik, walau mati-matian aku berusaha. Aku adalah orang jahat. Sudah cukup jelaskah pernyataanku? Ya. Aku ulangi sekali lagi. AKU INI ORANG JAHAT.

Tidak ada yang dapat dibanggakan dari yang ada dalam diriku, bukan?
Jadi. Ya sudahlah. Aku memang tidak ada baik-bainya.

Aku bukan sedang disakiti, atau ditindas. Tapi aku yang jahat. Telah menyakiti banyak orang. Jadi aku meminta maaf. Sangat meminta maaf. Dan aku jelaskan lagi, aku ini orang jahat.

Maaf.., untuk segala kemunafikan yang aku buat. Aku juga tidak pernah menangis. Karena aku ini orang jahat. Selalu membuat orang menangis, dan aku sendiri tidak pernah menangis.

Jadi, jangan pernah percaya kata-kataku, ya. Aku ini orang jahat.

Kamis, 14 November 2013

Hari yang Kau Tunggu #3

... entah berhasil atau tidak, tapi aku sudah meresmikan diriku sendiri sebagai gadis pemberani. Ya. Sudah resmi.

Hari yang Kau Tunggu #2

Hai... :D
Kamu tahu?
Sebenarnya aku bukan penakut. Mungkin hanya malu, merasa tak pantas, dan terlanjur terlihat sangat hina. Sekaligus bingung untuk menanggapi pertanyaan orang-orang yang cendurung semakin menuduhku, bila kuucapkan padamu langsung.

Ingin sekali melakukannya. Tapi seseorang yang tak bertanggung jawab terlanjur merusak semuanya tanpa merasa berdosa.
Ada bagian yang tidak diketahui orang banyak. Mereka menganggap yang mereka tertawakan adalah lelucon paling lucu - lebih lucu dari stand up comedy yang paling lucu. Padahal itu sangat menyakitkan. Merusak banyak hal yang mati-matian aku jaga. Tak apa, semoga aku mulai kebal.

Entah mengapa begitu tega, hingga membuatku harus menahan kalimatku. Padahal sebenarnya...

Aku ingin mengucapkannya sambil berjabat tangan
Mendoakanmu langsung di hadapanmu, seperti yang dulu kulakukan
Ingin sekali meneriakimu dan meminta traktiran
Membawakan kue secara langsung untukmu
Ingin juga berada persis di hadapanmu saat kau tertawa
Semoga waktu ke depan dapat berubah lagi
Ingin kuputar ke dalam bentuk semula, sungguh

Maaf.., tapi ada bagian-bagian yang tidak boleh dilakukan sekarang. Ada bagian-bagian yang harus kutahan, meski mungkin telah menjadi rahasia umum.

Maaf..., tapi ucapan yang tidak terdengar, tidak berarti tidak ada kan? Meskipun aku tak ada di depanmu, bukan berarti aku tak ada di belakangmu, kan? Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Kau pasti tahu itu.

Selamat menikmati hari yang kau tunggu, tanpa sepatah kata langsung dariku.
Kupercaya doa baik bisa mengalir kapan saja :D


dari Ravita
Gadis yang ingin menjadi pemberani

Selasa, 12 November 2013

Hari yang Kau Tunggu

Rentetan kemudahan-kemudahan yang telah ada
Mungkin akan binasa pada tempat yang salah
Sesuatu yang sudah rapi aku susun
Mungkin akan menguap tanpa makna

Entah mengapa aku menjadi bisu pada saat yang mengharuskan aku tuk bicara
Atau mungkin alam yang sengaja membungkam mulutku
Atau semesta yang sudah muak dengan setiap kataku
Semua hanya penyangkalanku

Kini... hari yang kau tunggu
Menjadi hari yang paling membebaniku
Tak apa
Pertanyaan "Mengapa" tidak harus selalu dijawab

Senin, 04 November 2013

Surat dari Pengecut

Hai...
Apa kabar?

Hehe...
Bodoh banget kan aku? Barusan ketemu, eh, malah nanyain kabar.
Maaf ya, tiba-tiba aku kirimin surat. Kangen emang suka bikin aku berantakan sih.

Aku nggak tahu aku lagi ngerasain apa. Mungkin kita udah lama nggak ngobrol. Takut untuk memulai, akhirnya menulis surat yang sebetulnya tidak harus disampaikan.

Belakangan ini Surabaya sudah mulai sering hujan. Jadi kamu kalo kemana-mana, terutama pulang keluar kota, hati-hati ya. Jalanan licin bikin rawan.

Aku mau cerita kalo aku lagi kacau banget. Lagi banyak masalah. Mau ngapa-ngapain, juga nggak enak banget. Jadi maafin aku kalo kadang-kadang ngeliatin kamu, buat pemasok semangat. Bentar ajah kok.

Ohiya. Denger- denger, ada orang baru yang naksir kamu ya? cieee. Gimana? Risih ya, tiap hari diSMSin? Atau mulai nikmatin? Hehe... :') Wah... Sainganku nambah dong. Bahkan aku juga denger kalo aku kalah start jauh banget. Dia berani modus-modus gitu. Padahal aku belum berani ngapa-ngapain. -_-
Dulu aku kira, aku satu-satunya orang yang suka sama kamu lho. Tapi ternyata... ah, kamu sih. Menawannya emang nggak bisa dijelasin pake kata-kata.

Udah dulu ya surat dari aku. Sebenernya masih banyak yang pengen aku ceritain. Tapi lain kali ajah ya.
empat kali empat enambelas.
sempat nggak sempat harus dibalas. :p
Aku tunggu :)



Ravita
Gadis pengecut yang ingin dikirimi surat

Sabtu, 26 Oktober 2013

Roni dan Juang

Roni dan Juang. Mereka berdua temanku kuliah. Karakter mereka berbeda, tapi ada beberapa yang menurutku sama. Biasanya, mereka ini dianggap teman-teman yang lain, omongannya sering ngelantur. Iya sih, mereka ini pengacau suasana. Tapi ada bagian dari mereka yang aku suka. Tiap ngomong berdua sama mereka, aku selalu dapet semacam inspirasi, motivasi, dan semangat.

Pertama, Roni. Ada yang bilang wajahnya mirip Afgan. Di kelas sampe dipanggil Afgan sama temen-temen. Aku setuju. Karena aku pernah menangkap dia, berekspresi seperti Afgan biasanya. Pernah juga menangkap tingkah lakunya yang miriiip sama Afgan. Dan ya, aku lebih suka liat dia buka kaca mata. Menurutku lebih mirip.
Well, balik ke topik. Ini ada beberapa percakapanku sama Afgan. Eh, Roni maksudku.

Roni nanya, "Rav, 3 tahun lagi kamu jadi apa?"
Aku jawab, "Penulis. Penulis terkenal, yang punya banyak penggemar."
Roni senyum sambil bilang, "Wow.., keren ya. Kalo aku pengen jadi pengusaha."
Aku ikut senyum, "Aamiin..."
Roni nanya lagi, "Kapan hari aku liat kamu nge-retweet Merry Riana. Kamu ngefans sama dia?"
Aku jawab, "Enggak. Aku cuman selalu kagum sama penulis."
Roni heran, "Oh, berarti kamu melihat Merry Riana sebagai penulis ya. Kalo aku melihat dia sebagai pengusaha."
Aku jawab, "Ehiya, kamu difollback dia kan? Keren lho."
Roni, "Iya, soalnya twitku keren-keren."

Mungkin dari percakapanku sama Roni tadi, orang lain menganggapnya biasa. Tapi bagiku, bertukar keinginan dan cita-cita, dapat menumbuhkan semangat tersendiri.



Kedua, Juang. Nama panjangnya, "Juang Mahmud Hasbulloh". (sengaja aku tulis nama panjangnya di sini, biar dia dapat nemuin artikelku ini). Dia mengakui dirinya ganteng dan pinter. Aku iyakan saja, karena memang kenyataannya. Dia anti organisasi yang kaku, yang aku terlanjur terjebak di dalamnya. Dia setelah kuliah langsung pulang, ikut kegiatan di luar. Dia nyambi kerja. Jadi nggak heran kalo dia banyak duit.

Ini sebagian percakapan isengku sama dia.
Juang tanya, "Kamu pengen jadi penulis, tapi kenapa masuk kampus teknik?"
Aku jawab, "Di sini aku nyari ilmu yang lain. Lagian aku tahu, jadi penulis nggak bisa dijadiin pekerjaan tunggal."
Juang bilang, "Tapi kalo menurutku, mending kamu kuliah di bidang yang memang pengen kamu dalemin."
Aku nyangkal, "Iya, aku pengen dalemin di sini. Ini kan kampus pilihanku satu-satunya."
Kita diem, terus aku ambil bindernya dia. Sambil aku bolak-balik.
Juang tanya, "Kenapa? Tulisanku jelek, nggak bisa dibaca."
Aku jawab, "Aku suka cover bindermu. Bikin sendiri kan? Bagus."
"Iya, aku kan pinter." Kata dia. Sombongnya mulai keluar.
"Kadang aku iri sama kamu."
"Kenapa iri sama aku? Aku lho sombong."
"Nggak masalah. Yang penting ada yang disombongin. Sombong itu manusiawi."
"Tapi sebenernya aku nggak pinter kok. Aku cuman memanfaatkan apa yang aku punya."
Aku diem. Sambil tetep membolak-balik bindernya. Hari itu aku seneng, bisa ngomong ke Juang kalo aku iri sama dia. Jujur, dari dulu aku pengen ngomong gitu.

Mungkin untuk sebagian orang, obrolan ini tidak penting. Tapi cukup menyadarkan aku, betapa aku begitu kecil.

Beruntung kita bertemu.

Kamis, 24 Oktober 2013

Sepele

... maaf, tak sengaja kubuka halaman terlarang itu lagi.

Tak ada yang kumulai. Semua terjadi begitu saja, tanpa sadar. Ingin diam, namun rasa keinginan lebih selalu datang bersamaan dengan sifat manusiawiku. Buku terlanjur kubuka. Dan aku tersenyum tanpa dituntun. Kau, jangan memberi penawaran apapun lagi, ya. Aku kepayahan menutup bukunya.

... maaf, aku lari untuk menjadi penipu

Sedih-bahagia dapat ditentukan dengan siapa kita bersama seseorang. Seharusnya, bersama seseorang yang kita harapkan keberadaannya, dapat membuatku membaik. Namun saat itu, mungkin aku sedang kalut. Jadi aku tidak sedang ingin dilihat. Dan juga, bukan kehadiranku yang ditunggu. Jadi aku pergi saja. Sambil memasang mimik tak suka, padahal ingin. Sepatu merah di depan perpustakaan. Terima kasih telah menyambutku, hingga aku tak jadi masuk.

... maaf, aku ingin tuli sebentar

Kau tahu bagaimana rasanya mendengarmu bercerita tentang seseorang yang selain aku? Aku senang melihatmu tertawa, antusias. Tapi tidak untuk kali ini. Jangan bicara lagi. Aku sudah menutup telingaku, tapi mengapa tetap kedengaran.

... maaf, aku membesar-besarkan hal sepele

Tapi bukan itu masalahnya. Aku hanya kecewa sebab selalu merasa bahwa ini hanya ada di pihakku. Kau tidak pernah merasa terjadi apa-apa. Akupun menunjukkan seolah tak ada apa-apa. Tapi setelah aku keluar lingkaran - semua memanas - sendiri - masih.

Jumat, 18 Oktober 2013

[BUKAN] DEJAVU

"Mungkin sebagian orang belum mengerti bahwa kejadian sepele yang kita lakukan, dapat diingat oleh orang lain, seumur hidupnya. Baik dan buruk kejadian sepele itu, kita sendiri yang menciptakan. Jadi tinggal dipilih, mana yang mau diambil."

Siang hari, saat kuliah pertama baru selesai.
Di lantai 3, saat aku dan teman-temanku membenarkan sepatu. Lalu bercengkerama sambil menunggu kuliah selanjutnya.


Hari itu di jurusan kami (Multimedia Broadcasting dan Game Technology) akan mengadakan pertandingan antar kelas, di mana pada masing-masing kelas harus mengirimkan satu perwakilan yang akan bertanding melawan kelas lain. Kebetulan saat itu kami sedang memikirkan siapa yang akan mewakili pertandingan (entah DOTA atau PES -- saya lupa). Yang jelas, dalam pertandingan itu harus ada yang mewakili.

Spontan saja, salah satu temanku, yang tidak akan saya sebutkan namanya, mengangkat tangan. Temanku itu mengusulkan bahwa dia ingin bermain dalam pertandingan itu.

Dia berkata, "Kene, aku ae sing maen."  ("Mana, aku saja yang main")

Lalu teman yang lain melarang, "Wes, ojok koen. Arek iki ae seng maen. Engkok lek koen kalah yok opo?" (Sudah, jangan kamu. Anak ini saja yang main. Nanti kalo kamu kalah bagaimana?"

Aku yang mendengar percakapan itu, tiba-tiba sedih. Aku membayangkan bagaimana semangat dari temanku yang menggebu-gebu ingin ikut pertandingan, lalu satu orang yang melarang, dan yang lain lagi ikut melarang tanpa membela yang semangat bertandingnya menggebu-gebu.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku yang semula duduk di sekitar mereka, berinisiatif untuk berdiri, berpura-pura melihat pemandangan di bawah, padahal sebenarnya aku menangis. Air mataku menetes tanpa memandang situasi. Di sudut sana, aku berdiri sendiri, membayangkan kejadian sekitar

3 tahun silam...

Dulu. Dulu sekali. Aku pernah mengalami kejadian yang sama. Kejadian yang seumur hidup akan selalu aku bawa. Saat aku masih duduk di bangku SMK, di kelasku juga pernah membutuhkan perwakilan 3 orang untuk mewakili lomba jurnalis. Aku dan semangatku yang menggebu-gebu, mengajukan diri untuk mengikuti lomba itu. Tapi dipihak lain, beberapa orang tidak menyetujuiku, malah menunjuk orang lain untuk mengikuti lomba itu.

Tanganku yang semula berada di atas, aku turunkan pelan-pelan
Suaraku yang tadinya menggebu-gebu, mulai terdengar lirih
Lalu aku mengurung niatku untuk mengikuti lomba itu
Beruntung, air mataku tidak menetes saat itu juga

Di sini, aku tidak ingin mengungkit-ungkit kesedihan. Namun aku tak dapat mencegah bayangan-bayang itu bila hadir kembali.

Aku tidak pernah menyalahkan siapapun. Semua orang punya hak untuk memilih siapa yang dipercaya. Setiap orang juga punya hak untuk tidak memberi dukungannya pada seseorang. Namun bila tidak dipercaya sebelum melakukan apapun, itu sangat menyedihkan, kawan...

Aku juga tidak memikirkan mengapa seseorang membenciku. Aku juga tidak pernah berfikir mengapa seseorang membenci orang yang lain. Namun yang aku sesalkan, mengapakah orang yang membenci tidak memberi alasan atau penjelasan kepada orang yang dibencinya? Setidaknya, dengan menggengam penjelasan itu, ada kesempatan bagi seseorang untuk berubah, kawan...

Maaf. Aku minta maaf untuk tulisan-tulisanku yang sok tahu.
Tapi aku memang tahu benar. Aku tahu benar bahwa rasanya dibenci lalu dijauhi tanpa alasan itu, sakitnya bukan main.
Aku juga tahu, rasanya tidak dipercaya padahal belum diberi kesempatan itu, sakitnya lebih dari sekedar keris yang dihujam ke dalam mulut, lalu menembus kerongkongan, dan memecahkan jantung.

Biarkan aku saja yang merasakannya, dulu. Jangan sampai ada lagi. Sakit.

Rabu, 25 September 2013

Hampir Lepas

Berat. Melepas seorang yang memberiku alasan untuk tersenyum pagi-pagi. Seorang yang mengingatkanku untuk semangat. Seorang yang memberi banyak efek baik di kehidupanku.Seorang pemimpi hebat. Seorang yang terlihat tangguh padahal gampang sakit. Seorang yang saat ini sedang belajar bicara di depan umum. Hahaha. Hey..., kamu sudah sangat hebat sekarang. Tapi bolehkah aku melatihmu kapan-kapan? Aku ingin melihatmu lebih lancar berbicara.

Aku selalu ingin mengenalmu lebih baik. Walaupun terkadang, aku terlihat bahwa aku sengaja mengganggumu.
Aku buruk. Tidak memahami bagaimana cara menjaga. Jadi lebih baik kulepaskan saja, dari pada kubiarkan begini. Aku mencintaimu, namun tak ingin mengganggumu. Walaupun belum lepas, tapi aku janji sebentar lagi...

Seharusnya aku tidak menggantungkan apapun di sana. Sehingga saat aku pergi, aku tidak merasa kehilangan.
Maaf...
Seharusnya aku mencintaimu dengan perhitungan rumus yang matang.
Bukan asal senang, lalu mudah dirayu oleh rasa nyaman.

Tapi tenanglah. Kau tak perlu melakukan apapun lagi.
Bukankah kita tidak pernah dekat? Jadi janganlah bersusah payah untuk menjauh lagi.
Aku saja. Aku saja yang menggerakkan kakiku untuk mundur. Karena memang akulah biang keladi atas semua kekacauan ini.

Aku pergi,
Tapi bolehkah aku memohon satu hal?
Jangan ucapkan selamat tinggal...

Senin, 23 September 2013

Namun Aku Bisa Apa

Sebahagia apapun hatiku
Berlari sudah pasti melelahkan
Terlebih tanpa tujuan
Terlebih tanpa mengetahui tempat peristirahatan

Aku tidak selalu tangguh
Bila hanya memegang prinsip bersabar dan nikmati
Aku tidak bisa selalu menutup telingaku
Bila mendengar bahwa aku adalah penanti yang disia-siakan

Tidak ada yang dapat aku paksa
Hatimu, juga hatiku
Segumpal daging lemah yang melekat
Tanpa pernah berhasil dikendalikan

Kubiarkan menerka
Tergantung berlama-lama
Tercecer, tak pernah sampai
Meledak, tak pernah ditangkap

Masih sama
Kalimat majemuk dari
"Aku mencintaimu" adalah...
"namun aku bisa apa?"

Kamis, 05 September 2013

Berada dalam Tiada

Kau tahu bahwa aku tidak bisa menunggumu lebih lama lagi.
Kau juga tahu bahwa saat kau memanggilku, aku tidak mungkin tidak berbalik...

Suatu hari...
Di saat "diam" menjadi komunikasi yang paling melelahkan.
Kau dan aku pernah berada pada satu titik terberat. Meski tak sepenuhnya tahu apa yang kau rasakan, namun dipihakku, aku merasa ini titik terberatku.
Aku diam, kau tidak pernah bicara. Segala suara hati aku terbangkan bersama udara, dalam setiap pandangan mata yang dialihkan. Entah apa yang kau bisikkan pada udara, namun yang aku dengar hanya sebongkah jantung yang ingin melompat dari tempatnya.
Diamlah. Aku hanya belajar bernafas saat tersedak.

Aku adalah pengagum terhebatmu karena hanya memang satu-satunya aku
Aku, hanya aku
Satu-satunya orang yang mengagumimu tanpa melakukan perjuangan apapun
Satu-satunya pemimpi ulung yang tidak bicara, namun ingin didengar
Satu-satunya orang yang mencintaimu namun tidak bergerak, tapi tetap ingin dianggap ada

Genggam tanganku, maka aku selalu ada di tempatmu melaju
Lepas tanganku, maka aku janjikan untuk tidak lagi berlari
Sebab aku adalah bayanganmu yang menghilang saat cahaya kau redupkan

Suatu hari...
Di saat "diam" menjadi komunikasi yang paling bijaksana.
Diam. Pernah menjadi media yang jujur, dan saling melindungi tanpa janji. Kau dan aku, berkomunikasi tanpa kalimat apapun. Tatapan mata yang selalu berhasil aku tangkap. Isyarat yang tanpa kau sadari terlempar ke arahku. Selalu aku jadikan alasan utama untuk aku tidak jadi pergi. Meski banyak keraguan, namun aku memperbesar keyakianku.
Diamlah. Aku hanya belajar percaya pada sesuatu yang belum benar nampak.

Aku bersama seluruh buih pada lautan
Bergerak mengelilingi perahumu
Berusaha terlihat, lalu ditangkap
Tanpa melakukan sebuah usaha agar terlihat berguna
Lihat aku!
Atau aku kembali tergulung bersama ombakmu tanpa toleransi

Kini aku masih menunggumu, namun tetap berjalan
Dan siap berbalik saat namaku kau teriakkan
Aku percaya kau pasti kembali
Sebab aku tahu bahwa kau tak mungkin tersesat menuju rumahmu...

Rabu, 21 Agustus 2013

Tidak Ada yang Berubah

Rindu itu tetap sama
Bergejolak, tanpa berhasil aku terbangkan
Cinta itu tetap sama
Menguat, tanpa berhasil aku kirim
Jika halaman pertama aku habisi
Maka selanjutnya dan sampai tamat pun
Akan selalu namamu di antaranya

Keadaan menciptakan jarak
Nada nadi menciptakan irama nama
Nafas udara menciptakan bulat kerinduan
Aku dan segala upayaku
Berjuang sekuat tenaga untuk membencimu
Namun tak pernah berhasil

Masih sama
Tidak ada yang berubah
Kamu masih kamu
Aku masih kamu
Kamu masih bersembunyi
Aku masih mencarimu


-Surabaya, 22 Agustus 2013-
Saat pesanmu memenuhi layarku, saat itu juga aku berharap rinduku berpaut. Semoga cepat sembuh... :)

Sabtu, 17 Agustus 2013

Uh!

Maaf, sudah sebulan lebih tidak di sini.
Ah, tapi untuk apa meminta maaf? Aku rasa tidak ada yang dirugikan apabila aku tidak nge-blog. Mungkin.., justru banyak yang merasa beruntung apabila aku tidak nge-blog. Yaaa..., setidaknya aku tidak menceritakan siapapun di sini.

Tapi keluar dari itu semua...
Entah perasaan apakah ini. Aku hanya merasa bersalah apabila sehari saja tidak menulis. Terlebih lagi banyak yang seharusnya ditulis, tapi tidak aku lakukan. Ya. Tidak semuanya harus diceritakan memang. Tapi... ah sudahlah. Yang jelas aku selalu merindukan tempat di sini. Sebuah tempat yang belum aku beri nama.

Di artikel pertamaku setelah sekian lama aku menggantung penaku, aku ingin bercerita. Sebuah rangkuman dari cerita panjang yang seharusnya tidak aku rangkum. Tapi aku terlanjur merelakan diri untuk terbunuh oleh keadaan, dan akhirnya aku harus merangkumnya.

Selama aku tidak berada di sini, aku bertemu dengan kejadian-kegiatan-pengalaman-pelajaran ajaib yang bisa disebut "Kerusuhan yang Mendidik". Ya. aku merasa terdidik. Jauh lebih terdidik daripada waktu aku menghabiskan bertahun-tahunku di meja belajar. Sebuah keadaan di mana aku dipaksa memilih banyak prioritas, untuk dijadikan prioritas.

Aku ingin mulai bercerita sejak aku bergabung dengan komunitas film yang ada di kampus yang aku ikuti hampir setahun. Sampai akhirnya aku dipilih untuk menjadi ketua dalam komunitas tersebut. Bangga? Tidak sama sekali. Selama aku belum memuaskan sebanyak-banyaknya orang.

Beberapa hari setelah masa penjabatanku (agak tinggi kedengarannya), kami diajak untuk bergabung dalam sebuah komunitas sosial yang menjunjung tinggi rasa Nasionalisme. Karena kami dari komunitas film dan mereka dari komunitas Nasionalisme (aku bingung menyebutnya dengan nama apa), akhirnya mereka yang lebih dulu mengenal kami, mengajak untuk membuat film tentang Nasionalisme.

Di antara tetek-mbengek pembuatan film tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa, "Sesederhana apapun sebuah film, tak akan pernah bisa disebut sederhana". Ya. Proposal kami terbang sampai ke walikota. Kami melibatkan banyak orang penting. Sangat menantang, tapi lebih banyak mengerikannya.

Dalam waktu yang bersamaan..., aku dan teman-teman dari komunitas film juga terlibat dalam kepanitian ospek tahun ini. Kami diharuskan mengikuti semua rapat-rapat itu. Dan untuk masalah prioritas, tentu tidak ada yang mau dinomorduakan. Semua mendesak.

Dan mereka mulai menatapku. Tajam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Namun suara hatinya sampai di gendang telingaku. Maaf. Maaf. Maaf. Aku memang yang salah. Seharusnya aku tidak menerima tawaran kerja sama ini. Walaupun kami menyetujuinya bersama-sama, tapi tetap aku yang salah. Aku tahu kata maafku tidak akan pernah cukup untuk mengganti begadangnya kalian hingga subuh.

Terlebih, kita melakukan ini di saat-saat bulan Ramadhan. Mereka merajuk kepadaku sambil berkata, Harusnya di bulan baik seperti ini, kita tidak sesibuk ini". Uuuuhhh. Maaf. Bahkan aku tidak pernah berfikir untuk menghalangi ibadah siapapun. Aku berfikir bahwa kalian senang. Aku tidak pernah berfikir apabila kalian lelah, kalian aku menyalahkanku. Tapi... ah. tetap ini salahku.

Aku bukan pemimpin yang baik. Tapi tidak ada seorang pemimpin yang rela membiarkan orang lain merugi. Bila sanggup aku peluk, aku lindungi. Dan bila tanganku sampai menjangkau, akan aku rengkuh setiap detailnya. Aku mengerti bahwa aku tidak pernah benar. Namun bila aku disalahkan, tentu aku merasa kecewa.

Deadline, protes, angin malam, teriakkan, jauh lebih kejam daripada sebilah pedang yang dihujam ke jantung. Aku jatuh sakit, namun tetap harus terlihat sehat. Biarlah aku sakit. Anggap saja ini karma untukku, sebab aku telah menyita banyak waktu tidur teman-temanku. Ini salahku. Membiarkan teman-temanku membantuku menyelesaikan ini. Dan yang lebih parahnya lagi. Kabar ini sampai ke telinga-telinga warga kampus. Entahlah.

Maafku yang pertama untuk Tuhan. Salahku begitu menumpuk, dan aku tumpuk lagi. Lalu maaf untuk teman-teman yang sudah aku bikin lelah. Lalu maaf untuk proyek film yang belum selesai. Lalu maaf untuk rapat dan latihan ospek yang aku tinggalkan. Lalu maaf untuk komunitas sosialku yang lain. Lalu maaf untuk adik-adik kecilku. Mungkin kalian menyesal memiliki pengajar sepertiku. Lalu maaf untuk keluargaku yang jarang bertemu denganku walaupun setiap hari aku pulang ke rumah. Mungkin keluargaku sebal melihatku yang hanya pulang untuk mampir makan, mandi, dan tidur. Lalu maaf untuk janji-janji bersama teman-teman yang aku ingkari. Lalu maaf untuk deadline yang aku acuhkan. Lalu maaf untuk sahabat-sahabat yang merelakan diri untuk melihatku menangis di depannya. Lalu maaf untuk... semuanya. Ya. Semuanya.

Semoga dengan ini, aku bisa menjadi lebih baik. Dalam bertanggung jawab, mengambil keputusan, dan melindungi setiap nafas di punggungku. Aku pasti bisa melewati semua ini. Sebab Tuhan memberikan ini, tentu dengan alasan.

Terima kasih. Dan sekali lagi maaf. Untuk celotehanku yang tidak pernah jelas. Semoga kalian tidak menyesal. :*

Kamis, 27 Juni 2013

(JANGAN!!!) Terbelenggu dalam Penantian

Ini bukan sekedar deretan kata sedih dari penulis abal-abal yang sekaligus seperti penyebar virus galau. Namun mengertilah, bahwa selalu ada pesan yang ingin aku sampaikan bahkan dari satu huruf saja.

Aku tidak suka menunggu. Namun bagaimana lagi? Aku bukan penyusun awal yang baik untuk bakal cerita kita nanti.
Aku lebih tidak suka ditunggu. Namun bagaimana lagi? Aku juga bukan pengakhir cerita yang bijak.

Lalu bagaimana rasanya menanti dan menikmati punggung tanpa mendapat sandaran? Masih bisa bilang bahagia?
Aku cukup paham dengan keberadaan mata yang ada di muka, bukan di punggung. Namun memang segalanya harus memerlukan latihan, termasuk menatap mata seseorang.
Aku berharap bahwa ini hanyalah kekaguman terhadap seseorang secara berlebihan dan nyaris tak berbatas. Bukan perasaan jatuh cinta yang tidak pernah jelas.

Tidak bisa melakukan apapun untuk seseorang yang berhasil menyergapku dengan pesonanya, memang terdengar menyedihkan. Bahkan sebuah sapaan datar pun belum pernah dilakukan. Apalagi pengakuan sewajarnya mengenai hal-hal sepele semacam "Warna bajumu hari ini membantumu untuk terlihat lebih segar". Kenyataannya, aku masih menyusun rangkaian kalimat itu dalam hati. Kali ini kau harus percaya bahwa kalimatku tulus. Tidak ada yang dibuat-buat.

Diam di tempatku sambil memutar-mutar penaku untuk membentuk namamu. Hanya sebatas itu yang mampu aku lakukan untuk menyapamu. Sementara ini, biar udara yang aku beri amanah untuk menyampaikannya kepadamu.
Memiliki pesona sepertimu agar kekagumanmu atas diriku setara dengan kekagumanku terhadapmu, nyaris terdengar mustahil, namun masih bisa dilakukan. Selama aku masih bersua dengan kertas-kertasku, biarkan aku berusaha membuatnya nyata.

Bersabar, atau nikmati saja. Rasa-rasa itu juga pasti mengerti kapan dia akan pergi. Waktu akan membantu dengan pasti, walau tidak sekarang.
Bersabar, atau menanti saja. Semesta akan berlaku adil pada setiap jiwa yang tulus dan mengerti. Waktu akan menghadirkan sosok yang dinanti, walau tidak sekarang.

Dan untuk waktu-waktu yang telah aku luangkan untuk memikirkanmu selama ini, akan aku tagih suatu hari... :)

Rabu, 12 Juni 2013

Selamat Ulang Tahun, Dua Lelaki Hebatku

Surabaya, 09 Juni 2013

Selamat ulang tahun, untuk dua lelaki terhebatku.
Semoga panjang umur, sehat, selalu membanggakan, dan menjadi dua orang lelaki yang selalu menjadi kesayanganku.
Tepat dihari itu, mereka berganti usia. Ayahku berulang tahun yang ke 52 tahun, sedangkan Masku berusia 21 tahun.

Satu yang harus dunia tahu, bahwa aku sangat menyayangi mereka. Mereka ibarat sendi ditubuhku, yang mengokohkan aku, menggerakkanku, juga selalu memberiku ruang untuk bergerak bebas tanpa lupa selalu menjagaku. Mereka lebih dari segalanya, dua sosok yang membuatku mengerti bahwa hidup harus berjuang. Mereka adalah alasan mengapa aku di sini, berusaha memampukan diri untuk menunjukkan kepada dunia bahwa aku ada. Iya, mereka. Memiliki ruang tersendiri di salah satu bagian nyawaku.

Selamat ulang tahun, hadiah spesial dari Tuhan... :* :)

Jumat, 07 Juni 2013

Imajinasi

Alam selalu memiliki cara
Bagaimana memeluk hati yang sendiri
Membuat katup mata terbuka
Terbelalak sakit, namun membuatku mengerti

Keberadaanmu hanyalah kiasan
Penciptaan dari imajinasku sendiri
Kita tak pernah benar bersama
Inilah ilusi teruntuk hati yang tak terisi

Kesalahanku adalah menganggapmu ada
Menghalalkan segala bentuk mimpi
Sekarang aku tak menghindar
Hanya tak ingin ceroboh lagi

Kamis, 06 Juni 2013

Tertunda

Kita menunda pertemuan itu lagi
Adakah titik sesal di salah satu sudutmu?
Atau hanya aku yang menanti pertemuan ini?
Bukan hanya kecewa
Namun aku juga harus menahan rinduku lebih lama lagi

Cerita antara aku dan kamu
Memang telah lewat sejak lama
Kalaupun hatiku sudah terisi cerita lain
Namun tidakkah waktu menyisihkan pertemuan ini
Setidaknya memastikan bahwa kita tetap baik-baik saja

Tidakkah kau rindukan rona merah di kedua pipiku?
Aku merindukan tangan gugupmu yang tersembunyi di dalam saku
Tidakkah kau rindukan hiruk-pikuk di tengah keramaian kota ini?
Aku merindukan saat aku kalah beradu makan dan harus mentraktirmu

"Waktu Tuhan lebih indah...," katamu.

Jumat, 31 Mei 2013

House of Sampoerna

Surabaya, 28 Mei 2013

Rencana tak terduga yang sifatnya mendadak, kemungkinan besar terkabul. Aku bisa membutikan kalimat itu setelah mengalami kejadiannya beberapa hari lalu. Saat kuliah kosong, aku, Lonna, Fida, dan Risa jalan-jalan ke House of Sampoerna. Temen-temen yang lain udah ada yang pernah ke sini. Buat hunting foto bagus katanya. Karena penasaran, akhirnya ke sana.

Ini beberapa foto kita...




  
 


Setelah beberapa menit di sana, tiba-tiba ditawarin dengan salah satu penjaga yang di sana untuk naik bus. Nanti diajak muter-muter di sekitar sana tanpa dipungut biaya alias gratis. Tanpa pikir panjang, kita langsung mengiyakan.


Saat di bus, dipandu oleh pemandu yang ada di sana. Diberi penjaelasan tentang lokasi bersejarah yang ada di Surabaya. Dan juga tempat yang menjadi saksi pada jaman penjajahan dahulu.
Kami juga mampir ke salah satu kelenteng tertua yang ada di Surabaya.



Well, itu tadi sedikit penjelasan tentang jalan-jalanku. Semoga bisa menjadi referensi buat temen-temen yang mungkin suka banget jalan-jalan, hunting, dan sebagainya.

Dan buat Fida, Lonna, dan Risa. Makasih untuk pengalaman pertamanya... :)

Rabu, 29 Mei 2013

Melebur

Meleburlah wahai malam
Pergilah, Bintangku...
Terangi yang kau ingin lebih
Berjanjilah untuk tak ada lagi sapa
Sebab aku takut
Takut pertahananku runtuh
Untuk kesekian kalinya

Detak-Irama

Irama gerakan kakiku berusaha menyeimbangkan detak jantung yang tak beraturan
Aku mulai acak-acakan, tidak bisa duduk tenang
Kau belum mengerti berapa kali aku meredam detakan yang menjengkelkan itu
Berulang aku mengelus dadaku agar suara di sana tidak terdengar olehmu

Keras, dan mengeras...
Berapa lama lagi aku di posisi seperti ini?
Detakannya sampai ke kepala, kau tau?
Kau ingin membunuhku perlahan, atau bagaimana?

Ini sejak pagi, dan sekarang sudah malam
Lelahnya jauh lebih melelahkan dari pada marathon
Karena aku tidak mengerti sampai kapan
Bahkan garis finish pun, belum aku ciptakan

Beri tahu aku...
Apalah arti sejengkal apabila hati masih begitu jauh
Apalah arti sejengkal apabila berbisik "Aku mencintaimu" masih begitu berat
Apalah arti sejengkal apabila jeritan hati yang begitu keras tidak pernah ingin didengar

Sabtu, 25 Mei 2013

Kau Hanya Tidak Tau

Entah berapa banyak pembualan yang telah kau lakukan
Hingga meluas, lalu menyebar ke berbagai sudut
Mengapakah hanya mengucap apa yang kau pikirkan
Tidakkah ada sudut pandang yang lain selain itu

Kau hanya tidak tau
Betapa aku berusaha menjaga banyak hati begitu tau
Kau hanya tidak tau
Aku telah melukai hatimu, hatinya, terlebih hatiku sendiri

Aku tidak dewasa, namun berusaha untuk mendewasa
Bukanlah kepintaran yang membuatku ingin
Namun keinginan untuk selalu belajar
Kehangatan, dan cita-cita...

Dingin

Dari balik hati yang dingin
Adalah punggung yang hangat
Dari balik jarak yang mendekat
Adalah langkah kaki menjauh

Memandangimu begitu-begitu saja
Memendam segalanya sebagai penyelamatan
Adalah kesabaran hati yang tulus dan bodoh
Ataukah hanya menikmati pengabaian berulang

Minggu, 19 Mei 2013

Sekejap, Lalu Menghilang

Seperti bintang jatuh
Tak sanggup kupandangi lama-lama
Yang hanya lewat
Sekejap, lalu menghilang

Seperti pelangi
Hadir di waktu yang tepat
Begitu indah, namun cepat berganti
Sekejap, lalu menghilang

Seperti senja
Rutin hadir, juga rutin pergi
Begitu mendamaikan, namun tak lama
Sekejap, lalu menghilang

Bisakah kau tinggal lebih lama lagi
Atau selamanya ada untukku
Bukan hanya damaimu yang kubutuhkan
Namun di sinilah seharusnya kau ada

Aku telah cukup lama di tempatku
Menunggu hadirmu, lalu menangisi pergimu
Tetaplah ada
Jangan sekejap, lalu menghilang...

Sabtu, 18 Mei 2013

Betapa melelehnya saat mendengar sebuah pendapat yang keluar dari mulutmu.
Kau hanya belum mengerti betapa hebatnya dirimu.
Apakah penilaianku sangat tidak adil?
Aah, padahal aku hanya ingin mengagumi kecerdasanmu, sekali lagi...

Seperti Apa Rasanya?

Ternyata sakit...

Mengumbar sebuah kebohongan kepada dunia bahwa aku tidak mencintaimu, aku bisa saja melakukannya. Namun tulisan-tulisanku, mana sanggup berbohong?
Aku pernah bercerita atau mengungkit cerita masa lalu, dan yang lain-lain... Padahal toh sebenarnya tidak seperti itu. Aku begitu mencintai duniaku yang sekarang, karena ada kamu...
Iya, kamu. Tokoh utama dari tulisan-tulisanku selama hampir setahun ini. Terlalu lama? Tidak. Aku berusaha menikmati keberadaanmu. Yaaa, meski aku dan kamu masih begitu jauh meski jarak sebenarnya hanyalah sejengkal.

Bagiku, dengan cara berteman dekat dengan banyak laki-laki, tentu saja belum pernah sebahagia saat aku denganmu. Meski aku sering hanya sebatas memandang punggungmu.
Aku hanya ingin mencoba bagaimana rasanya apabila aku menerima lelaki yang datang kepadaku. Ya, aku bahagia. Tapi tetap saja masih beda rasanya apabila itu adalah kamu.

Saat aku bersama laki-laki lain, entah orang lama ataupun orang baru. Itu hanyalah upayaku untuk berusaha membunuh rasa cintaku untukmu yang sudah sangat hebat. Aku berusaha membohongi diri sendiri, bahwa sebenarnya aku tidak mencintaimu. Aku juga ingin mengisyaratkan padamu bahwa aku sudah bisa bahagia dengan laki-laki lain meski tanpamu.
Tapi ternyata, rasanya semakin sakit.

Jangan menatapku seperti itu.
Itu semakin membunuhku, kau tau...
Datanglah bila kau sudah siap dan saat rasaku masih ada. Aku tak pernah memaksamu.
Percayalah, aku sudah pasti mencintaimu.
Dan semoga, kita bertemu bukan pada waktu yang salah...

Jumat, 17 Mei 2013

Beri Aku Ruang

Apabila aku telah memenuhi ruang di sudut hatimu
Harusnya kau jaga, jangan sampai merusak apapun
Aku punya banyak mimpi, dan semoga kau juga
Seandainya kau tau bahwa mimpi harus digapai
Mungkin kau takkan memaksa dan menyulitkan hatiku seperti ini

Aku memimpikan seseorang itu telah lama
Kau tau, dan seharusnya kau juga memahami
Aku tidak membenci siapapun di dunia ini
Aku mencintai segala yang Tuhan ciptakan
Termasuk kamu, terutama dia

Saat aku mencintai dan menyayanginya
Di saat itu lah aku merasa ada kehidupan dalam hidupku
Aku lebih berarti untuk ingin berbuat lebih
Dan saat kau datang, seakan kau mematikan seisi ruang hidupku
Aku berusaha menjaga banyak hati, meski hatiku mulai sakit

Beri aku ruang...
Untuk mencintai seseorang itu
Menikmati waktuku, bermimpi untuk bisa bersama seorang yang aku sayang
Aku tak pernah memintamu untuk memberi apa yang aku inginkan
Aku hanya ingin kau memberiku ruang kesempatan untuk kukejar mimpi-mimpiku sendiri...

Kamis, 09 Mei 2013

Dialog Hari ini

Surabaya, 08 Mei 2013

"Selamat pagi..." sapaku sambil tersenyum kepada bumi dan seisinya.
Tersenyum dan mengucapkan selamat pagi setelah bangun tidur, dapat merangsang energi positif masuk ketubuh kita. Benar tidaknya, itu adalah harapan dan doa. Dengan memulai hari dengan tersenyum, maka dunia juga pasti akan tersenyum bahkan lebih merekah.
"Sudah siap memulai hari?" kata pagi.
"Harus. Tuhan membuka mataku hari ini karena aku ditugaskan untuk mengubah dunia dengan mimpi-mimpi indahku," jawabku dengan tersenyum yang sedikit sombong.
"Baik. Jika begitu, berangkatlah untuk menuntut ilmu. Lalu berjanjilah untuk pulang membawa sesuatu yang bermanfaat," kata pagi lagi.
"Iya, iyaaa," jawabku meyakinkan sambil bersiap berangkat.
"Hati-hati di jalan. Dan jangan lupa untuk pulang dalam keadaan tersenyum," kali ini rumah ikut berbicara.

Sesampai di tempatku...
"Hai..." kampus menyapaku lebih dulu.
"Hai juga..." senyumku lebih merekah kali ini.
Aku berjalan menuju lantai 3 setelah memarkirkan kendaraanku. Sama seperti yang lain, kelas juga menyapaku dengan sangat ramah.  Aku duduk di tempatku, dan melakukan aktifitas seperti biasanya.

Hari semakin siang. Suhu semakin panas. Otak mulai lelah, namun seharusnya senyum tetap merekah. Mengapa setiap orang harus berteriak bila ingin ucapannya didengar? Mengapa sebagian besar orang mengambil keputusan sepihak tanpa menanyakan terlebih dahulu? Aku hanya ingin menerima hak setelah kewajiban telah aku penuhi. Itu hakku, dan kamu tidak seharusnya merasa kehilangan setelah hakku kamu berikan untukku, bukan?
"Sabarlah, jangan ikut berteriak," sisi kanan berbicara.
"Semua berteriak, mengapa kau diam saja? Berteriaklah! Kau punya hak untuk memilih. Jangan biarkan seorang pun memilihkan jalan untukmu," sisi kiri menyahut.

Sore hari, suhu tidak begitu panas. Namun hati?
"Hey, kenapa pulang lebih awal? tanya Mije (nama motorku).
"Kuliah sudah selesai," jawabku sedikit ketus.
"Tidak ikut kegiatan yang lain?" tanyanya lagi.
"Hari ini aku absen dulu."
"Apakah kelas meperlakukanmu dengan sangat baik?"
"Tentu. Kelas sangat baik. Aku saja yang seharusnya lebih memahami mereka."
Semoga Mije tidak dapat mendengar nafas panjangku.
"Lalu, bagaimana dengan dia? Apa dia juga memperlakukanmu dengan sangat baik?
"Dia? Dia masih tetap sama. Selalu menjadi kesayanganku yang aku bela," kali ini aku tersenyum bodoh saat Mije mengajak membahas "Dia".
"Oke. Sekarang naiklah. Kita bersiap menuju rumah," Mije menghiburku.

Dalam perjalanan...
"Hai... Apa aku terlihat cantik hari ini?" tanya senja.
"Oh, senja. Maafkan aku. Kau terlihat gelap dari sudut mataku yang penuh linangan air mata," jawabku dengan penuh rasa sesal.
"Tidak masalah. Aku akan menemuimu lagi esok, setelah air matamu kering dan tak ada yang membuatmu menangis lagi," kata senja sembari pergi.

"Selamat datang kembali..." rumah memberiku sambutan dengan begitu hangat.
"Hai, terima kasih telah menyambutku," jawabku.
"Apakah kau bahagia hari ini?" rumah bertanya.
"Percayalah, tidak ada yang membuatku bersedih hari ini. Hanya saja debu di luar begitu banyak sehingga membuat mataku berair," jawabku sambil mengusap air mata.
"Baiklah, lain kali belilah kaca mata. Aku tidak tega melihatmu yang setiap pulang kerumah selalu dalam keadaan mata yang berair."

Malam menjelang...
"Hai, bagaimana kabarmu hari ini?" tanya tempat tidur.
"Jangan banyak tanya, aku mengantuk," jawabku dengan nada yang kesal karena berulang kali mendengar pertanyaan yang sama.
"Baiklah, maafkan aku. Sekarang kau boleh tidur."
"Lelapkan saja aku dalam dekapmu. Beri aku mimpi yang baik-baik saja malam ini."
"Aku berjanji hari esokmu pasti lebih indah. Percayalah..."

Lalu di dalam mimpi, Tuhan memelukku, menenangkanku. Ada tangung jawab yang sangat besar di setiap bahu yang sangat rapuh, yang memiliki keinginan untuk mampu terbang tinggi.
Tuhan bersama setiap orang yang berusaha kuat.
Bahwa tidak ada yang salah pada setiap mimpi yang baik dan mulia. Tumbuhlah menjadi wanita yang kuat, Rav! Ada banyak mimpi yang belum kau capai. Percayalah, Tuhan selalu ada di setiap sisi di mana kakimu melangkah...

Minggu, 05 Mei 2013

Di Suatu Senja, Pada Waktu yang Salah

Senja saat itu pasti akan terasa sangat indah bila aku tidak menghancurkannya sendiri. Aku terlalu memusatkan pandanganku pada satu orang yang bahkan tidak pernah berpikir bahwa "aku ada". Iya. Aku selalu begitu. Terlalu menyempurnakannya. Melihatnya hingga larut, lalu mengalihkan pandangan bila dia tak sengaja menangkap mataku.

Saat itu aku sedang melihat dia yang sedang berdiri sambil sibuk dengan sesuatu yang sedang di tangannya. Aku bisa tersenyum kecil, dan jantungku bergejolak, hanya dengan memandang punggungnya.
Hingga tidak sengaja, aku melihat arah pandangan matanya yang tiba-tiba saja berpindah. Mungkin saat itu, baginya ada yang lebih menarik dari apa yang saat itu sedang dia genggam. Pandangannya pindah ke suatu sumber suara. Aku tidak tau apa yang sedang ada di dalam hatinya saat melihat seseorang itu. Namun aku begitu detail melihat expresinya yang saat itu sedang... bahagia. Entah sebahagia apa, namun expresi setiap orang yang sedang jatuh cinta, kurang lebih sama.

Aku yang beberapa menit lalu sangat bahagia, berubah drastis menjadi... bingung. Iya. Aku bingung. Mengapa aku masih saja mau bertahan dalam bahagia yang tidak nyata. Dia hanyalah sebuah mimpi. Dan sebuah mimpi, tidak akan pernah memimpikan sang pemimpi.

Seandainya aku tidak selama itu melihatmu
Seandainya aku tidak menangkap matamu yang melihat ke arahnya
Atau...
Seandainya aku memiliki upaya untuk bisa menjadi yang kau lihat


Aku melihatmu begitu tulus.
Kau melihanya, entah setulus apa.
Bukan salahmu.
Pun dari awal aku sudah tau konsekuensi jatuh cinta sendirian...

Selasa, 30 April 2013

Wanita itu Harus Kuat :)

"Wanita itu harus kuat."
Entahlah. Ada 1 hal yang membuatku selalu mengingat kalimat itu. Kalimat dari Vre, nama lengkapnya, Vregina Diaz Magdalena. Dia teman SMK-ku, yang sekarang lagi kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jogja.
Aku tau, aku nggak sekuat dia. Tapi tiap aku lagi lemah, down, kecewa, dan sifat buruk sejenisnya, aku selalu inget kalimat itu.
Vre pernah bilang, "Menguatlah!" Dan aku juga selalu bilang ke diriku sendiri untuk, "Menguatlah, menguatlah, Rav!!!" setiap lagi lemaaah banget.

Makasih Vre. Mungkin kalimat yang menurutmu sangat sederhana itu, nyatanya selalu bisa menguatkan. Yaaa, meskipun masalahku belum tentu selesai kalau aku inget kalimat itu, seenggaknya bisa sedikit meringankan. :)

"Bukan seberapa banyak ucapan yang kamu koar-koarkan kepada khalayak. Tapi seberapa banyak manfaat dari ucapanmu itu."

Maaf. Aku bukan wanita kuat, bukan juga wanita yang baik. Hanya sedang berusaha menjadi seperti itu. Sekali lagi, maaf. :')

Sabtu, 27 April 2013

1,2,3... Lupakan, Luapkan!!!

  1. Bila melupakanmu berarti harus meluapkan segala aspek tentangmu. Maka ijinkan aku untuk melakukannya dengan sangat perlahan.
  2. Bila melupakanmu tidak pernah ada dalam agendaku, namun itu merupakan sebuah keharusan, aku bisa apa? Selain meluapkanmu...
  3. Kamu... Meluaplah dengan mudah, semudah kamu yang tak pernah menganggapku ada...
  4. Air yang dipanaskan terus menerus, akan meluap. Lalu bagaimana dengan rindu yang terus menerus memanas, tanpa wadah?
  5. Kamu, meluaplah dari ingatan-ingatan yang sempurna. Menghilanglah secara sempurna, sesempurna aku yang pernah selalu menyempurnakanmu... 
  6. Kamu selalu tersemat dengan rapi dalam memoriku. Sedangkan aku, singgah sedetik dalam ingatanmu saja tidak pernah. Seharusnya hal itu bisa menjadi alasan terkuat untuk meluapkanmu hingga bersih.
  7. 1,2,3... Lupakan, luapkan!!! Ahh, tak mungkin sesederhana itu.

Datanglah...
mengikis rindu yang luar biasa
menghancurkan gelisah yang tersemat
sebelum senja kembali berkelana
sebelum purnama menertawakanku lagi
atau harus kudekap sendiri lagi

...

Adakah hatimu sedang patah?
Aku turut merasakannya
Kau sedang rapuh?
Barangkali bahuku cukup tangguh
Wanita yang kau suka menyukai orang lain?
Di sini, ada aku yang sudah jelas menyukaimu
Ada yang membuat hatimu menjadi berkeping?
Padahal janjiku adalah menyelamatkan hatimu untuk tetap utuh
Mengapa tak coba untuk mampir di sini, di hatiku?
Siapa tau kau betah
Aku kepo?
Aku hanya ingin mengenalmu lebih baik.

Selasa, 23 April 2013

Mengapa?

Bahasa yang terapung
Terkatung-katung
Beralir tak berseru
Beradu tak bersatu

Terkubur dalam misteri
Lebam dalam galeri
Sebab hening
Tak selalu bening

Menyambut senyum belati
Meringkuh ruam dalam nadi
Mengapa hanya raung dalam gulita?
Mengapa hanya aksara tak berwacana?

Jemu Jenuh, Sama Saja. Sama-sama Memuakkan!!!

-Aku sekarang lagi di lab broadcast, abis praktikum. Berjam-jam bikin instrument, susaaahhh banget. Dan tiba-tiba inget. Kalo ada dia, pasti 5 menit selesai. Oke-oke, skip dulu cerita yang tadi. Hahaha.-

Akhir-akhir ini aku males kuliah. Maaf. Tapi manusia pasti selalu memiliki titik kejenuhannya masing-masing. Termasuk aku yang belakangan merasa seperti berada di tempat yang bukan aku.

Usaha sekeras apapun untuk sok-sokan bersikap tegar, juga pasti aku bakalan nangis kalo sendiri. Benci, marah, tapi aku bisa apa? Orang yang ngelarang aku nangis, bahkan belum mengerti bagaimana seharusnya mereka.

Kalau kalian pengen ketawa, yaudah ketawa ajah. Bukankah membuat seseorang tertawa adalah pahala? yaaaa meskipun harus menyakiti diri sendiri. 1 belum kelar, 1 lagi muncul. Aku capekkkkk banget.

Sebenernya nggak pengen nulis di blog kayak gini. Tapi aku bingung mau kemana lagi.
Sekedar sharing ajah.

Bahwa terkadang, kita harus bertahan mempertahankan sesuatu yang menyedihkan bagi kita, untuk membahagiakan seorang yang lebih butuh bahagia.
Bahwa terkadang, kita harus menjadi seorang yang tampil paling kuat, meski disaat-saat terlemah kita.
Bahwa terkadang, kita haru memilih diam, meski isi kepala telah penuh, telah lama memberontak.
Karena dalam hidup ini, ada perasaan seseorang yang harus kita jaga...

Kamis, 18 April 2013

Hari ini dia bilang, "Aku nggak ganteng."
Mulutku diam, tapi dalam hati bilang, "Kamu selalu ganteng kok!!!"
Aku bukan pengecut. Hanya saja saat itu aku gugup.

Hai, Bintang...

Untuk menyamarkan namamu. Aku dan teman-temanku menggunakan nama bintang bila sedang membicarakanmu. Tidak baik, sebenarnya. Membicarakan orang lain dengan menyamarkan namanya. Tapi toh, ini lebih baik daripada aku harus sering-sering menyebut namamu, kan?

Hai, bintang(ku)...
Seharian ini aku dan teman-temanku membicarkanmu.
Aku norak?
Bukan.
Aku mencintaimu.

Hai, bintang(ku)...
Kalimat "Aku mencintaimu", perlukah aku publikasikan sekarang?
Bila ada banyak hati yang tersakiti, termasuk aku.
Bagaimana?

Hai, bintang(ku)...
Aku suka memandangi senyummu lama-lama
Aku suka duduk di sampingmu
Menikmati setiap detakan jantungku
Yang memuncak, mengganas

Hai, bintang(ku)...
Cahaya teduhmu
Selalu membuatku terpana dengan sempurna
Kau lebih dari sekedar bintang
Karena bintang(ku), takkan menyilaukan bila didekati
Aku mempercayaimu, melebihi kau percaya pada dirimu

Hai, bintang(ku)...
Bila tak suka dengan sebutan bintang
Bisa memintaku untuk menggantinya kapanpun
Kau nyaman, aku jauh lebih nyaman
Kau bahagia, aku jauh lebih bahagia

Karena bila kau adalah bintang
Maka aku pembenci siang

Minggu, 14 April 2013

Menghilang, Perlahan...

Bayangmu tak sejelas dulu
Juga tak serutin dulu menemuiku di setiap waktu
Bila setiap penantian memiliki masa
Aku ingin membuat pengecualian untukmu

Goresan yang tertoreh di dadaku
Tidak aku anggap sebagai luka
Hanyalah sekumpulan rasa cinta yang menumpuk
Yang selalu aku tahan meski setiap saatnya mengamuk

Namun kini...
Rasa itu perlahan menghilang
Kepayahan menghidupkan hatimu
Yang tak berniat untuk hidup

Aku mulai tak merasakan apa-apa
Aku mulai lupa bagaimana cara tersenyum salah tingkah bila kau di sisiku
Degupan yang semula menggebu saat memandang matamu
Kini memudar, datar, hambar

Maaf...
Nyatanya aku tak sanggup bertahan
Menunggumu, menghidupkan api cintamu
Mencintaimu, jatuh cinta sendirian...

Rabu, 10 April 2013

Terlambat

Semula kebersamaan ini biasa saja. Di tempat favorit kita, dengan beberapa buku di meja. Kamu sedang bersama buku tentang teknologi komputer yang sama sekali tidak aku mengerti. Sedangkan aku membawa buku serupa novel namun lebih mirip analogi. Entahlah.

Sejujurnya aku tidak begitu suka membaca. Aku hanya ingin menghabiskan waktuku di sampingmu selama mungkin. Membolak-balik bukuku tanpa membacanya. Hanya beberapa kalimat acak yang aku baca. Sambil sesekali menyuri pandangan ke arahmu yang sibuk dengan buku yang di tanganmu. Melihat ekspresimu yang sesekali mengerutkan dahi, jauh lebih menarik dari pada tulisan di buku yang sedang aku pegang ini.

Sampai pada akhirnya aku tidak sengaja menemukan sebuah artikel yang menyinggung antara cinta dan persahabatan. Aku tidak sengaja membaca, dan terus membacanya akibat ada kalimat yang kurang lebih mengatakan bahwa "Laki-laki dan perempuan tidak boleh bersahabat. Mereka diciptakan untuk saling mencintai. Tidak selalu dua pihak merasakan bersama-sama. Kalau satu pihak tidak atau belum memiliki rasa cinta terhadap yang lain, bisa jadi pihak lain tersebut yang merasakannya."

Sejujurnya aku merasakanmu lebih dari seorang sahabat. Entah dirimu. Aku rasa aku normal. Hampir sepanjang hari aku habiskan denganmu, mana mungkin aku tidak bisa jatuh cinta? Kau orang pertama yang membuatku menyukai hal yang tidak aku sukai, bagaimana aku bisa mengatakan bahwa ini bukan jatuh cinta?

Segera aku tunjukkan artikel yang baru aku baca tadi kepadamu. Kau membacanya serius, lalu menoleh ke arahku sambil mengatakan.

"Kamu jangan suka sama aku."
"Terlambat, aku sudah melakukannya."

Musim Sakit

Kurang lebih ada 30% temen sekelasku yang sakit. Dan aku termasuk salah satu yang berpartisipasi.

Belakangan ini cuaca agak kurang bersahabat Mungkin pancaroba, entahlah. Musim memang tidak mudah diprediksi. Sama seperti hatinya. (oke, fokuss). Satu persatu dari teman sekelasku mulai absen kuliah. Ada yang tetap bertahan meskipun loyo, ada juga yang membawa tissue kemana-mana sambil mencet-mencet hidungnya yang mulai memerah.

Aku sendiri, nggak kebayang bakalan ikutan sakit.
Awalnya aku pikir aku cuman kecapekan ajah. Senin malem kepala pusing, terus aku tidur, berharap besok pagi sudah baikan. Tapi ternyata besoknya makin parah pusingnya. Pengen absen, tapi pasti bakalan ribet perizinan di kampus. Belum lagi masalah kompen nanti. Akhirnya aku nekat ke kampus, tapi di anter ayah soalnya emang kepalaku pusing banget.

Well, sampek kampus. Temen-temenku kaget aku sakit. Dan di sana aku bener-bener ngerasa kayak lagi di rumah sakit. Banyak yang pake sweater (termasuk aku), ada yang suaranya habis, ada yang ribet gara-gara kehabisan tissue. Hahahaha. Aku kemaren pengen ngakak sebenernya. Tapi nggak kuat sama pusingnya. Jangankan ngakak. Bernafas ajah pusing.

"Keseruan" nggak sampek di situ. Si Surya, sepertinya prihatin liat aku tepar. Dia nawarin aku obat, tapi aku bilang aku nggak bisa nelan obat. Dia nawarin aku minum obat pake roti, aku juga bilang aku nggak bisa minum obat dengan cara seperti itu. Aku bilang kalo aku minum obat harus pake sendok. Karena ribet, aku bilang aku nggak usah minum obat. Tapi dia maksa aku buat minum obat. Akhirnya dia nyari sendok, terus menggerus obatnya di sendok, dikasih air, terus diminumin ke aku. ROMANTIS DRAMATIS.

Karena efek obat itu, alhamdulillah pusingku sudah berkurang. Walaupun aku ngantuk setelahnya. Oke, terima kasih. Sampai akhirnya kuliah selesai jam 12.an, dan aku tidur di kosnya Nindy-Ayu sambil nungguin Fadly karena aku dianter dia pulang hari itu.

Besoknya, aku sudah baikan. Walaupun masih belum bisa bawa motor. Berangkatnya tetep dianter ayah, tapi pulangnya dianter Fida.

Oke, buat semuanya, temen-temenku yang sudah aku bikin repot, maaf yaa. Terima kasih juga, kalian udah baik banget sama aku. Walaupun perhatiannya kalian ke aku semakin terlihat waktu aku lagi sakit, bukan berarti aku seneng kalo sakit. HAHAHA.
Sekali lagi makasih deh. Makin sayang sama kamu kalian semua. MUACH MUACH MUACH. :***

Ohya, buat semuanya juga, jangan lupa jaga kesehatan yaa :***

Selasa, 02 April 2013

Happy Coding :D

1 April 2013
Hari pertama di bulan april, dibuka dengan mata kuliah Programming selama seharian. Jangan tanyakan betapa nyaris jebolnya otakku ini.

Dari pada otakku yang ter-coding oleh coding sebelum aku meng-coding, akhirnya aku milih untuk nulis-nulis ini. Bukan galau, ini hanya angin yang tiba-tiba muncul, lalu aku tulis.
Maafkan saya Pak Dosen. Anggap saja tulisan ini sebagai hasil codingku... :D :*




Sabtu, 30 Maret 2013

Buat Kalian :*

Perlahan, satu-satu persatu dari mereka seolah pergi dari hidupku.
Peribahasa "Ada gula ada semut", selamanya akan berlaku. Keadaan di mana aku harus menghebat diriku sendiri, agar mereka selaku semut, mendekatiku.
Bila aku tidak ingin melihat mereka menjauh, aku harus semakin berupaya tak boleh terjatuh.

Bila bencana datang, mereka akan semakin menjauh, dan tak terlihat sama sekali. Itu tidak masalah. Hak mereka untuk berteman pada siapapun. Tohh, mana ada orang yang mau berteman dengan orang semacam aku? Yang sedikitpun belum pernah meraih kesuksesan. Iya kan?

Ini bukan kebencian dariku. Aku tidak mungkin membenci kalian. Janjiku adalah menyayangi semua yang telah Tuhan hadirkan di hidupku, termasuk kalian, teman-temanku. Sebagaimana upayaku untuk bersatu, tak akan mungkin tercapai bila kalian tidak berkeinginan seperti itu. Sudahlah. Aku ingin berpositive thinking saja. Tidak baik berfikir macam-macam.

Kalau harus melewati jalan terjal sendiri, biarlah. Bila jalanku telah halus dan nyaman, kalian boleh datang. Dan aku berjanji untuk tidak akan mengusir kalian seperti yang saat ini kalian lakukan padaku.

Aku berusaha untuk tidak takut berjalan sendiri. Bukankah semua orang pada akhirnya pasti akan hidup sendiri?

Jumat, 29 Maret 2013

Batas Keyakinan

Ada sebuah batas, yang disebut batas keyakinan. Di mana aku berada di baliknya, sedangkan kamu  di sisi yang lain.

Bagaimana mungkin aku dan kamu mencinta? Sedangkan mengenal, lalu menyapa, dan memutuskan bersama saja, seharusnya tidak.

Satu hal yang tidak kumengerti. Mengapa ada beda bila tidak untuk dibuat menjadi sama? Bukan dipecahkan, lalu semakin dipisahkan.

Aku dan kamu tetap bertahan dalam pertahanan yang tertahan, mempertahankan 2 hal. Aku mempertahan kamu dan keyakinanku. Sedangkan kamu mempertahankan aku dan keyakinanmu.

Hingga akhirnya...
Aku dan kamu harus memilih.
Dan selamanya, aku dan kamu tak akan menjadi kita, sebelum semuanya sama, meskipun telah bersama.

Sungguh tak ada penyesalan saat aku dan kamu bertemu, lalu bersatu meski tak menjadi satu. Juga tak ada sesal, saat aku dan kamu berjuang mati-matian untuk bertahan, mempertahankan tanpa saling merusak satu sama lain.
Aku juga tidak pernah menyesal terlahir dengan keyakinanku. Yang aku sesalkan hanyalah, mengapa kita berbeda?

Kamis, 28 Maret 2013

Aku Pernah Mencintaimu

Aku...
Memujimu hingga terdengar seperti pengemis
Membelamu, mengistimewakanmu tanpa peduli keadaan
Menjadikanmu topik utama saat berkumpul dengan teman-temanku
Memandang langit senja yang begitu indah, sambil melukiskan wajahmu di antaranya
Mengemas senyummu di pagi hari, untuk penyemangat sepanjang hari
Memutar rekaman suaramu untuk kujadikan senandung tidurku
Meyakini bahwa aku yang terbaik untukmu, dan sebaliknya
Memperjuangkanmu, meski tau sedang jatuh cinta sendirian...

Aku pernah melakukannya untukmu, hanya untukmu
Aku pernah menaruh rasa yang begitu hebatnya
Terlelap, terlempar dari bayang mimpi
Kini aku sadar dan mulai menertawakan diriku sendiri
Menyadari betapa bodohnya ketika aku sedang jatuh cinta
Merelakan segenap hati untuk seseorang
Yang bahkan tak memiliki waktu sedetikpun untuk melihatku

Kini...
Tak ada lagi puisi tentang rinduku untuk bisa berada di sampingmu
Tak ada lagi puisi tentang cemburuku melihatmu jatuh cinta dengan yang lain

Aku pernah mencintaimu
Mengartikan bahwa dulu cintaku begitu tulus
Namun kau sia-siakan tanpa ada kesempatan
Aku pernah mencintaimu
Mengartikan bahwa kata "pernah"
Adalah keputusanku untuk tidak ada cinta lagi sekarang

Minggu, 24 Maret 2013

Senja di Sampingmu

"Seperti adegan film."
"Iya. Kita yang jadi tokoh utamanya."
Seperti sebelumnya, selalu ada canda di antara obrolan kita. Hingga nyaris tak terbaca pada bagian mana yang sebenarnya sangat serius.
"Aku serius, aku nggak apa-apa. Kalo kamu kayak gini terus, malah aku yang kenapa-kenapa."
"Kamu kenapa sih?"
"Tapi kalaupun nantinya dugaanku benar, kamu jalan ajah terus. Aku nggak apa-apa, nungguin yang lain jemput aku."
Aku terus bicara, dan dia terus meneguk minumannya pelan-pelan. Aku berani bersumpah bahwa dia tidak haus. Hanya tidak ingin terlihat canggung pada pembicaraan yang paling serius ini.
"Kamu suka dia?" kali ini aku berusaha terdengar tegar, meski tau suaraku justru terdengar parau.
"Hahaha. Enggak lah, Rav." Seharusnya kamu tidak tertawa pada bagian ini.
"Perasaan orang mudah berubah. Kalo nantinya iya, aku cuma pengen bilang sekali lagi kalo aku nggak apa-apa."
"Enggak lah, ya ampun."
Sejujurnya kita tidak pernah seperti ini. Bila sebelumnya kita memilih saling diam, menerka apa yang ada dalam hati. Kali ini aku yang mencoba memulai pembicaraan. Meski tau bahwa kamu berulang kali mengalihkan pandangan. Namun seharusnya kamu juga tau bahwa aku haus akan penjelasan.
Tentang sakit hati, tentang move on, semua bisa dengan cepat dilakukan apabila kejelasan telah aku genggam. Mengenai keikhlasan, semoga aku tidak mengalami kesulitan untuk ini. Bukankah kamu sendiri yang mengatakan, "Tidak semua yang kita inginkan menjadi takdir untuk kita miliki?"
Matahari mulai tenggelam, terlihat dari balik perpustakaan. Menjelaskan bahwa sebentar lagi akan gelap. Kita yang semula berada di lantai 3, harus turun dan segera pulang. Senja kali ini berbeda. Ada banyak harga yang harus aku beli untuk hal ini. Mulai dari harga atas keberanian, hingga ketegaran mendengar sebuah jawaban. Tapi sebenarnya, aku tidak terlalu memikirkan apa yang nantinya akan terjadi. Bukan itu pokok utama permasalahannya. Yang aku pikirkan adalah, bagaimana aku melewati semua ini tanpa merasa bersalah pada siapapun. Mengobati luka hati yang ada di sini, jauh lebih mudah dari pada menyembuhkan luka hati orang lain.
Aku tidak apa-apa, sungguh. Walaupun sebenarnya hatiku terluka, itu tidak masalah. Lebih baik ada satu hati yang terluka, dari pada tiga.

Sabtu, 23 Maret 2013

Mengartikan Bahasamu

Membaca bahasa yang tak tertulis
Mendengar bahasa yang tak terucap
Memahami bahasa yang kabur
Kini telah cukup alasanku untuk pergi
Tak peduli berapa cabikan di hati
Asal aku dapat mengabulkan inginmu

Tak ada lagi langkah kaki yang berjalan seirama
Menjelaskan segala sedih yang tertahan
Bahwa yang terjauh hanyalah menjangkau hatimu
Tak perlulah kau takut aku mengungkitnya kembali
Telah aku simpan pada kotak merah yang mulai membiru
Kubiarkan membeku, mati rasa, meski terus mengoyak

Jika kamu adalah diam
Maka aku adalah orang yang mendengarmu
Jika diammu adalah keinginan menjauh
Maka diamku adalah tanda bahwa aku tak lagi mendekat
Kau lihat? Aku sudah cukup memahamimu...

Aku Bodoh...

Aku masih takut menatap matamu di antara perbincangan kita. Takut kamu memahami binaran mataku yang mencintaimu berlebih.

Kamu datang sebentar, lalu pergi. Barangkali kamu memang tercipta untuk mengajarkanku tentang keikhlasan.

Tidak semua yang hadir di hidupku adalah milikku. Jadi, bisakah aku merelakannya tanpa merasa kehilangan?

Kemarin lusa aku mencintaimu. Kemarin aku mencintaimu. Hari ini aku mencintaimu. Semoga besok dan seterusnya aku bisa menyisipkan kata "tidak" pada kalimatku.

Berjuang mati-matian membunuhmu dalam pikiranku, berarti semakin meluangkan waktuku untuk mengingatmu. Aku bodoh.

Sesekali mengelus dada saat berada di sampingmu. Agar kamu tidak mendengar detakan yang ada di sana.

Apa aku bodoh apabila aku pernah membayangkan, suatu hari nanti kita menghabiskan masa tua di teras rumah kita?

Terlanjur ada banyak kata yang belum tersampai. Hingga akhirnya harus tertelan sendirian meski tak ingin aku menelannya.

Apabila dirimu sedang gusar dalam sedih. Sesungguhnya ada hati yang mendoakanmu, memelukmu dari jauh. Aku.

Aku tau bahwa kamu merasa bahwa aku mencintaimu. Aku juga tau bahwa kamu..... Ah sudahlah. Aku tidak apa-apa. Sungguh.

Sebuah cinta yang ingin aku tumbuhkan abadi, harus aku leburkan dengan mudah, semudah kamu pergi sebelum menyempatkan datang.

Aku Merasakannya Lagi

Seperti merasakan sesuatu yang lama sekali tidak aku rasakan. Bahkan aku merasa tidak percaya bisa merasakannnya lagi. Seperti mengulang, sesuatu yang sama sekali tidak pernah terlintas untuk bisa aku ulang. Ya. Aku seperti mendapatkan suara tawa itu lagi. Dari sumber yang berbeda, namun tawa lepasnya membuatku terbang ke kejadian setahun lalu.

Hari itu kita kuliah. Lutfi, salah satu teman sekelasku membawa contoh video animasi Culoboyo Junior. Episodenya pas banget sama yang waktu itu aku dubbing sama temen2ku. Jadi gini, dulu sewaktu SMK aku pernah dapat tugas untuk dubbing suara di film kartun. Aku sama kelompokku (Wike, Shinta, Mami, Uti), milih dubbing Culoboyo Juniol. Wike jadi Culo, Shinta jadi Boyo, Mami jadi narator, Uti jadi Pak Toh, kalo aku sendiri jadi editornya. Suara mereka aku jadiin kayak anak kecil, nah kalo suaranya Uti aku jadiin kayak kakek tua. Sewaktu diputer di kelas, teman-temanku ketawa. Suara ketawanya, sama persis waktu kemaren itu.

Tapi kemarin aku nggak ikut ketawa. Aku yang duduk dideretan paling belakang, cuman ngeliatin teman-temanku yang ketawa sambil niruin gaya bicara yang ada di film itu. Mungkin terdengar berlebihan. Tapi aku merasa terharu kemarin. Seperti memutar kembali film yang sudah lama. Seperti merasakan bahwa mereka semua ada di sini. Di akhir-akhir film, mereka semakin keras ketawanya. Persis banget sama yang setahun lalu. Cuman kondisinya ajah yang beda. Dulu aku masih pake seragam, sekarang udah pake baju bebas. Itu ajah.

Entah aku yang berusaha menyamakan, atau apalah, aku tidak tau. Tapi mungkin aku sedang merindukan semasa putih-abuabu ku yang begitu menyenangkan. Sama. Di sini juga menyenangkan. Mereka, teman SMK-ku, dan mereka, teman kuliahku. Sama-sama aku sayangi, dan sama-sama selalu aku rindukan. Mereka semua, sama-sama memberiku banyak hal yang belum pernah aku dapat sebelumnya.
Aku tidak dapat membayangkan betapa berantakannya hidupku, bila tidak bertemu mereka semua...

Senin, 18 Maret 2013

Selamat Pagi, Tengah Malam...

01:18
Aku masih terjaga. Kalau dibilang tidak bisa tidur, padahal aku mengantuk. Kalau dibilang ingin tidur, namun aku belum bisa tidur.
"Aku nggak tidur malem kok, tapi aku tidur pagi." Itu kalimat jawaban yang aku gunakan saat ibuku teriak-teriak nyuruh aku tidur.
Entahlah. Padahal aku tidak sedang menunggu siapapun. Namun dalam pikiranku, apabila aku tidur sekarang, aku pasti akan melewatkan sesuatu. Apa itu, aku juga tidak tau. Aku hanya belum bisa tidur sekarang.

Selamat pagi, tengah malam...
Adakah seseorang aneh lainnya seperti aku? Yang hati dan pikirannya sedang tidak sejalan. Bahkan untuk tidur saja harus berfikir berulang-ulang.

Selamat pagi, tengah malam...
Seseorang yang sedang menjadi seseorangku, sepertinya kau telah terlelap di tempatmu. Apakah merasakan ketenangan yang aku usahakan untuk menenangkanmu? Apakah merasakan aku sedang memelukmu jauh? Terus terang, mengetahui kau terlelap saja, sudah menjadikan kekuatan untuk organ-organku yang sebenarnya butuh istirahat namun belum ingin istirahat.

Selamat pagi, tengah malam...
Sebaiknya kita cukupkan celotehan ini. Bagaimanpun juga, ketenangan hati dan diri harus diutamakan. Jangan terlalu banyak menunggu. Karena organ tubuhku juga tentu menungguku untuk menidurkan diri.

Selamat pagi, tengah malam...
Semoga Tuhan menjaga kita semua dalam penjagaan-Nya yang tulus, suci, dan tak terbatas. Aamiin.

Sabtu, 16 Maret 2013

Melangkahlah Seperti Bumi yang Terus Berputar

Aku kamu berjalan ke arah yang berbeda
Berpapasan, tak saling sapa
Hingga akhirnya bergerak menjauh
Sekali kutengok ke belakang
Namun dirimu tak terlihat sama sekali

Sejenak langkah terhenti
Haruskah kukejar dirimu
Yang berarti harus kulepas tujuanku
Aku berdiam di persimpangan
Berharap kamu berbalik, berlari ke arahku

Telah lama aku menunggu, menghentikan langkah
Meyakini bahwa yang menjauh akan mendekat
Namun bumi terus berputar
Dan aku akan terjatuh bila berhenti
Mimpi akan terkubur bila harapan lebih besar dari tindakan

Kini aku mulai bergerak, melanjutkan langkah
Karena kamu telah menemukan mimpimu yang bukan aku
Maka aku harus menemukan mimpiku yang selain kamu
Hidup masih berjalan, tak ada yang tertinggal
Dan aku akan menemukan mimpi yang memimpikanku

Jumat, 15 Maret 2013

"Dia nggak sayang sama kamu."

"Bukan nggak sayang. Tapi belum."

"Kamu berharap?"

"Adakah wanita yang tidak mengharapkan dicintai kembali?"

"Kamu menunggu?"

"Enggak, aku hanya berjalan sesuai relku saja."
"Mereka berdua cocok yaa."

"Siapa?"

"Itu, mereka."

"Ohh.., mereka? Iya... Iya, mereka cocok." Semoga tidak ada yang mendengar nafas panjangku.

Selasa, 12 Maret 2013

Sekarang Kamu di Mana?

Secangkir teh hangat
Semangkuk mie rebus
Gerimis dikala senja
Dan lagu favoritmu
Hal-hal kecil yang pernah kita anggap romantis
Sekarang kamu di mana?

Selamat pagi
Selamat siang
Selamat sore
Selamat malam
Sebuah kalimat sederhana yang selalu aku istimewakan
Sekarang kamu di mana?

"Jangan males nulis!"
"Kalau bikin kalimat yang masuk akal dong!"
"Kalimat awal itu harus penuh ledakan, biar bikin orang penasaran bacanya!"
"Sehari 2 lembar, 3 bulan sudah jadi buku."
"EYD sama tanda bacanya berantakan."
Komentar pedas yang tak pernah absen mampir ke telingaku
Sekarang kamu di mana?

Saat aku kecewa
Saat aku sedih
Saat aku menangis
Tangan yang bertugas menghapus air mataku
Bahu yang bertugas menopangku
Sekarang kamu di mana?

Cintaku Tidak Hilang

Cintaku tidak hilang
Karena memang tak pernah ada cinta
Kata-kata cinta yang selama ini tertera
Tidak selalu untukmu
Jika kau berfikir terarah untukmu
Itu hanyalah perasaanmu saja
Aku hanya menulis, tidak harus merasakan

Cintaku tidak hilang
Karena memang dirimu tak pernah bersemayam di hatiku
Rindu dan cemburu yang pernah tertulis
Hanyalah kiasan demi sebait puisi
Tidak harus tentangku, tidak harus tentangmu

Cintaku tidak hilang
Karena memang tak pernah ada getaran di hatiku untukmu
Jika kau berfikir aku sedang mempermainkanmu
Jika kau berfikir aku sedang berbohong
Itu adalah pilihanmu untuk berfikir
Dan seharusnya kau tau
Aku menulis, tak hanya nyata, tentangmu...

Senin, 11 Maret 2013

Malam yang dingin
Bergerak menuju
Pagi yang sejuk
Siang yang cerah
Dan senja yang hangat
Apa kau lihat dan merasakan?
Aku sedang menikmati hidup tanpamu...

Sabtu, 09 Maret 2013

Ayah Ibuk

Ini waktu aku lagi liburan semester, kita jalan-jalan iseng waktu hari Minggu. Diantara gedung-gedung pencakar langit, nyatanya masih ada tempat yang bagus dan meneduhkan di Surabaya.

Sejujurnya, waktu aku lagi motret mereka, aku jadi pengen cepet-cepet dipersatukan dengan jodohku. :'). Semoga segera ya, aamiin..... :')




Ini Asli MKKB

Noohh! Udah Kayak Model Modal Madul
Ayah Galau