Selasa, 28 Januari 2014

Menghayati Januari #3

...melanjutkan cerita sebelumnya.

Masih tentang seorang perempuan yang menunggu di Bulan Januari.

Setelah berminggu-minggu menunggu, akhirnya yang ditunggu sudah datang. Perempuan ini teramat sangat bahagia. Tidak ada yang bisa ditutupi dari rautnya yang selalu jujur.

Tapi...
Kali ini bahagianya terlalu sebentar bila dibandingkan dengan lamanya dia menunggu. Dia bersedih lagi. Menunggu lagi. Walaupun yang ditunggu sudah datang, tapi dia diminta untuk menunggu sekali lagi.

Tidak habis pikir. Entah apa yang membuat perempuan ini selalu percaya bila diminta untuk menunggu. Entah hipnotis jenis apa yang telah berhasil menyergap seluruh jalan pikirannya. Perempuan ini dipaksa percaya bahwa waktu Tuhan akan jauh lebih indah dan mulia dari sebaik-baiknya rencana manusia.

Kita bertemu
Tapi aku masih menunggu
Kita berpisah
Dan kemenungguanku lebih lama lagi
Aku percaya
Selalu percaya
Semoga tidak ada kepercayaan yang disalah gunakan
Apakah setiap perempuan harus menunggu?
Ataukah di dunia ini hanya aku yang berjenis seperti ini?

Untuk kesekian kalinya. Perempuan ini hanya berbicara pada dirinya sendiri. Hanya kata "percaya" yang memberinya kekuatan.

Sampai bertemu di bulan selanjutnya.

Aku menunggu kejutan. Sungguh.


Minggu, 26 Januari 2014

Hai, Apa Kabar?

Surabaya, 25 Januari 2014.
Saat Tuhan mempertemukanku dengan 2 orang yang sudah lama tidak kutemui. Angga, Kikik... :')

Entahlah. Tiba-tiba saja aku ingin menyejarahkan moment - yang mungkin menurut orang biasa saja; lewat tulisan.

Bermula dari undangan "Movie Screening" dari kampus lain yang diperuntukkan untuk komunitas di kampusku. Aku diminta untuk membawa massa sebanyak-banyaknya. Jadilah aku mengajak teman-teman, adik, dan kakak tingkatku. Karena aku tahu Angga baru ajah datang dari Jogja, akhirnya aku coba nawarin dia. (ceritanya, Angga ini lagi liburan semester). Ternyata Angga memang berencana mau datang sama komunitas filmnya sendiri.

Sampai pada hari yang ditunggu. Aku dan sebagian temanku berangkat bareng. Angga sudah ada di tempat lebih dulu. 1 Jam kemudian, aku datang. Gedung Cak Durasim berhasil disulap menjadi gedung bioskop. Dengan massa sebanyak itu, dan kondisi yang sangat gelap, aku nggak bisa nemuin Angga. Sampai pada akhirnya aku SMS, lalu Angga datang ke tempatku. Untung tempat duduk awal kita nggak seberapa jauh. Jadi dia nggak susah nyari-nyari.

Sudah lama nggak ketemu. Seneng pastilah. Ngobrol banyak. Ngomentarin film. Dia banyak berubah. Makin banyak yang dia pamerin ke aku. Makin hebat.

"Ternyata di Surabaya ada acara kayak gini ya," katanya.

"Emang kamu pikir Jogja ajah yang bisa gini?"

"Hek hek hek hek," cuman bunyi suara ketawanya yang nggak berubah.

Sampai pada akhirnya, aku dan teman-temanku pulang sebelum acara selesai. Angga pulang 15 menit lebih dulu.

Nyaris jam setengah 11. Aku sama teman-temanku nggak langsung pulang. Tapi makan dulu. Ada adek kelas juga. Total semuanya, 13 pasukan. Kami memutuskan untuk ke tempat makan milik teman kuliah kami, yaitu Roni. Lokasinya di dekat Kebun Bintang Surabaya.

Sampai sana,setelah memenuhi seluruh meja makan, kami memesan makanan. Sambil menunggu, tiba-tiba aku lihat Kikik (temanku SMK, temannya Angga juga pastinya), parkir motor.

Terang saja aku teriak heboh. Kaget. Kenapa makhluk ini ada di sini. Ya ampun. Nggak nyangka. Sori lebay, btw.

Dia pulang kerja, mau nongkrong sama temennnya.

"Kik, aku kangeeeeenn," sambil nyubit tangannya.

"Sini-sini, Om peluk," katanya sambil ngelebarin tangannya.

Dia ini salah satu teman kelas paling nakal, tapi baik. Agak susah mendiskripsikan anak ini.

"Tumben boleh keluar malem-malem?" katanya.

"Sebenernya nggak boleh. Tapi ibuku sudah terbiasa sama kehidupan kampusku, Kik."

Setelah ngobrol beberapa menit, akhirnya dia pergi ke warung sebelah. Di situ banyak teman-temannya.

Jam 12 lebih, aku sama teman-temanku pulang. Pamit sama Kikik, yang kebetulan lagi sama Adit (temanku SMK juga. Dia kuliah di Jogja sama Angga). Aku dulu nggak sekelas sama Adit jadi nggak seberapa kenal.

Dunia ini kadang sempit kadang luas. Kadang yang ditunggu nggak datang-datang, kadang juga kalo sudah berhenti nunggu, dia malah datang.

Aku sampai rumah hampir jam 1. Setelah nyasar pas perjalanan pulang (ini bukan murni kesalahanku. hehehe). Yang jelas terima kasih untuk semuanya.

Aku takut lupa kalo aku pernah merasakan kebahagiaan ini. Makanya aku tulis. Jadi kalo aku sedih, aku bakalan baca ini biar inget lagi kalo aku pernah sebahagia ini.

Terima kasih. Untuk banyak hal yang tidak bisa aku sebutkan semuanya di sini. :)

Selasa, 21 Januari 2014

Menghayati Januari #2

Perempuan itu masih menunggu di Bulan Januari...

Mulai membenci tengah malam. Atau lebih tepatnya pergantian hari. Pikirnya, apalah arti semua itu apabila yang ditunggu tidak juga datang. Yang bisa dia lakukan hanyalah percaya. Percaya bahwa semua janji yang telah dia terima akan bersedia menjadi kenyataan.

"Kenapa berjanji terus? Kenapa membuat begitu banyak alasan untuk terus menunda sebuah pertemuan? Apakah sekarang berbohong telah menjadi kebiasaanmu?"

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu hanya mampu dia pendar dalam dada. Seberhak apakah mengatakan itu semua? Pada akhirnya, perempuan ini selalu kalah berhadapan dengan keadaan.

Aku menunggu, terus menunggu...
Sampai yang kutunggu datang
Maka tak ada lagi menunggu
Mengkhayati Januari karena kau yang menyuruh
Tak ada pilihan lain selain menunggu dan percaya
Mengamati kalender yang semakin lama
Semakin cepat berjalan ke bulan selanjutnya

"Yang ditunggu pasti datang," katanya pada dirinya sendiri, jutaan kali.

Kamis, 16 Januari 2014

Kemudian Aku Yakin

"Bagaimana rasanya?"

"Beda. Aku tidak mengerti. Apa ini cinta?"

"Mengapa menanyaiku? Yang merasakan bukan aku."

"Atau mungkin aku sendiri yang lancang karena telah menyangkut-pautkan cinta yang padahal nafsu?"

"Aku tidak tahu harus memberitahumu, dan meyakinkanmu dengan cara apa lagi..."


Aku pernah bermimpi. Seandainya aku dan kamu mampu menjadi senyawa yang bila dipisah akan membuat dunia tak bersuara. Namun kata pernah, adalah sebuah kata yang cukup memberikan penjelasan bahwa kini tak ada lagi mimpi.Walaupun sisanya masih ada, tapi terus berkurang setiap harinya.

Sayang... (maaf aku memanggilmu sayang), semua ada masanya. Masa di mana aku benar-benar bertahan tanpa kepedulianmu, dan masa di mana aku harus menyelamatkan hatiku sendiri. Aku tidak membatasi perasaanku. Karena memang aku yang lebih dulu dibatasi oleh prinsip, kodrat, kelayakan, dan juga batas untuk menuju kediamanmu.

Aku hanya satu. Dari sekian banyaknya orang yang belum mengerti apa itu cinta. Sampai kemudian aku yakin, waktuku pergi telah tiba.

Sampai bertemu di lain cerita...

Sabtu, 11 Januari 2014

Menghayati Januari

Ada seseorang yang untuk pertama kalinya, begitu berusaha menikmati Januari. Dia mengira, bahwa akan ada yang datang di bulan ini. Sesuatu, atau bisa disebut seseorang.

Dia menunggu. Terus menunggu. Dia tidak sabar, tapi tetap harus bersabar..

Seorang wanita ini telah diberi janji. Makanya dia rela menunggu. Percaya saja, bahwa kemenungguannya ini tidak akan sia-sia. Percaya saja, bahwa yang ditunggu pasti tidak akan membuatnya kecewa.

"Kamu, kapan datang? Aku hanya tidak sabar mengucapkan 'Selamat datang'."

"Katamu, Januari."

"Kamu pasti datang, kan?" katanya sambil melihat kalender. Kemudian takut bila Februari segera datang.

Jumat, 10 Januari 2014

:)

Kita berada dalam satu atap
Berjuang agar saling memikat
Meski tapak kaki enggan berpijak
Meski mata malas menatap

Kita sekumpulan orang dengan mimpi yang sama
Mimpi saling membunuh
Sekumpulan orang yang merasa nyaman
Nyaman dengan kebencian tapi masih butuh

Kita tidak pernah berpisah
Karena kita tak pernah menyatu, bukan?
Kita tidak pernah bercerai
Karena kita memang bukan keluarga, bukan?

Apapun itu
Aku sayang kalian
Aku masih menjadi orang yang berjuang
Berjuang mendekati kalian satu-persatu

Rabu, 08 Januari 2014

Ingatan

"Sedikit lagi," aku begitu menyemangatinya agar tak dia temukan kata menyerah.

"Aku lupa."

Gadis di depanku ini berulang kali menyebut kalimat ini.

"Tidak. Kau pasti ingat," aku menggengam tangannya, meski berulang kali ditangkis.

"Aku lupa," sekarang dia hampir menangis.

"Ini tempat yang sering kau kunjungi bersamaku, bukan?"

Dia hanya menerawang jauh. Berusaha menemukan ingatan-ingatan yang selama 3 jam ini aku sebutkan.

"Aku ingin pulang," jawabnya setelah pandangannya menatap seorang lelaki yang dengan cemas menunggunya dari jarak 10 meter.

"Baik. Aku tak akan memaksamu."

"Lelaki itu yang aku tahu aku cintai. Jadi..."

"Pulanglah. Kau pasti tahu kapan harus kembali lagi," selaku karena tak ingin mendengar lanjutan kalimatnya.

"Aku sudah berusaha."

"Aku tahu."

Dia bergegas mengambil tas, lalu pergi meninggalkanku. Lelaki itu dengan sigap menggandeng tangannya. Semoga lelaki itu benar-benar menjaga kekasihku.

Dia tidak berubah. Anggunnya masih sama, senyumnya masih sama, cara bicara masih sama. Walau orang yang dia cintai kini tak lagi sama.

Pergilah. Sebelum aku mampu mengembalikan ingatanmu.



#MenulisMaraton #NulisBuku #30menit #SemangART #BismillahSukses

Senin, 06 Januari 2014

Cepat Pulang

Terbang
Melayang hilang
Tanpa sanggup aku bilang
Bahwa hatiku hanyut oleh gelombang

Kau yang bilang
Jangan melewati gerbang
Saat kata hanya mampu kau timang
Tapi janji sudah kau buang

Sempat kau buat aku girang
Meski kini aku kembali gersang
Ibarat benang
Yang kau pintal, lalu kau menang

Jalan masih panjang
Sempatkan menengok ke belakang
Sebab ada air mata yang berlinang
Cepat pulang...


Kamu, selamat bersenang-senang dengan orang yang bisa membuatmu senang.

Sabtu, 04 Januari 2014

Kamu, Ada Apa?

Beda. Kata pertama yang keluar dari mulutku saat melihatmu belakangan ini.

Seperti bukan kamu. Kalimat pertama yang keluar dari mulutku untuk mempertegas bahwa memang kamu berbeda. Mendadak berubah.

Apakah kamu ada masalah? Atau mungkin aku yang bersalah? Pertanyaan pertama yang meluncur dariku, menandakan bahwa aku tidak mendukung perubahanmu yang satu ini.

Kamu manusia. Aku tahu. Manusia selalu berubah. Aku juga tahu. Tapi bisakah kamu kembali ke dirimu yang walaupun berubah, namun tetap kamu?
Kamu yang belum jadi milikku, apa iya aku juga harus kehilangan sosokmu?

Memang kedengaran lancang bila aku menuntutmu ini itu. Membatasimu untuk melakukan hal yang berbeda. Tapi sebenarnya bukan itu. Hanya saja.., yang kamu lakukan itu bukan kamu yang selama ini aku tahu. Oke oke. Mungkin aku yang harus membiasakan diri untuk melihatmu yang bukan kamu. Atau mungkin dengan cara seperti ini aku dapat menghilangkanmu dengan sangat pelan? Selebihnya, biar Tuhan yang bertindak.


Bila pergantian tahun adalah resolusi perubahanmu untuk menjadi seperti ini. Mungkin aku akan menjadi satu-satunya orang yang tidak akan terima akan datangnya pergantian tahun.

Kamis, 02 Januari 2014

Curhat Buat Sahabat

"Hai..." sebuah text muncul ke layarku.

"Iya.." jawabku seperti biasa.

"Lagi di mana?"

"Di rumah."

"Kamu kenapa sedih?" tanyanya.

"Siapa yang sedih?" bantahku.

Aku tidak tahu telepati macam apa yang dia miliki. Hanya saja, dia sering muncul tepat waktu. Saat orang lain tidak tahu, dia selalu tahu lebih banyak.

"Karna dia lagi? Hha? Kenapa? Kamu ditolak mentah-mentah sama dia?" dia mendesak.

"Aku cuman nggak ngerti kenapa dia nggak pernah ngelirik aku sama sekali. Apa karena aku kalo tertawa terlalu keras? Apa perlu aku pelanin suaraku kalo lagi ketawa?" di bagian ini aku mulai sedih.

"Bukan karena itu. Mungkin dia mempunyai kriteria lain."

"Apa aku musti nyerah sekarang?"

"Kalau menurut catatanku, seharusnya iya. Mending kamu tinggalin dari pada terjerumus. Kalau memang dia jodohmu gak bakalan kemana-mana kok..pasti tetep jadi milikmu," dia mulai serius.

"Sebentar. Aku mau ngatur nafasku dulu," aku mencoba mengalihkan.

"Nggak usah diatur. Pasti tetep keluar masuk kok," dia membantuku mengalihkan pembicaraan.

"Sekarang aku semerawut," lanjutku.

"Mohon maaf atas kesalahan kata-kata terkait presentasi saya. Sekian," dia mencoba bercanda.

"Hahahaha," tawaku adalah pertanda bahwa candanya selalu berhasil.

Aku tidak tahu sudah berapa kali dia menyuruhku menyerah. Rasanya juga tak terhitung canda yang dia tularkan pada setiap tetes air mataku.



"Malam hari, ketika semuanya terasa berlomba mencakar hatiku. Kemudian kau datang bersama tawa, membungkus dan membawanya pulang. Terima kasih. Kau selalu berhasil."

Rabu, 01 Januari 2014

Kata #9

Pagi ini aku datang ke sidang Kerja Praktek kakak kelasku. Acaranya sampai sore. Tapi aku hanya mengikuti sampai jam 12 siang saja. Karena di rumah aku juga memiliki banyak pekerjaan. Selain itu, aku pikir aku sudah tidak dibutuhkan lagi di sana.

Sampai rumah, aku mengecek HP. Ada 3 SMS dan 1 panggilan tak terjawab. Isi SMS-nya, mereka menyuruhku untuk datang ke kantin kampus. Kalo jarak kampus dan rumahku deket, nggak masalah. Nah ini? Jauh.

Tadi ke mana ajah sih? Kok nggak bilang dari tadi. Aku orang penting. Jadi kalo ada apa-apa, buat janji dulu. Jangan dadakan. Semisal kalian udah bikin janji, aku nggak mungkin pulang duluan.

Ada telpon masuk...

"Halo.., ada apa?" kataku.

"Kamu di mana? Ini si *sensor* mau ada perlu" jawab seseorang di seberang.

Aku tidak mendengar dengan jelas lagi apa yang telepon seberang bicarakan. Yang aku dengar hanyalah, seseorang yang berteriak, "mulihan... mulihan..."

FYI, mulihan adalah orang yang suka pulang.

Lantas saja aku menutup teleponnya. Bukan apa-apa. Aku hanya tidak memiliki waktu untuk berbincang dengan orang tidak waras. Hidupku terlalu indah bila aku habiskan hanya untuk berbicara dengan pemilik mulut kotor.

Ya. Aku ketua komunitas film. Aku juga tahu tanggung jawabku sebagai ketua belum benar penuh. Tapi pekerjaanku juga tidak hanya di sana. Aku membagi waktuku. Aku pulang ke rumah tidak untuk tidur. Semua ada alasannya. Mungkin teman-teman yang sering di kampus adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan. Jadinya hidupnya hanya di kampus. Maaf. Jangan tersinggung. Tapi setahu saya, orang penting tidak akan memiliki waktu untuk main-main dan bercanda tidak penting di kampus. Apalagi meneriakkan hal tidak jelas melalui telepon.

Aku minta maaf. Aku bukan orang sempurna. Tapi selalu berjuang untuk ke sana.

Dan.., aku paling nggak suka dikatain mulihan. Kalaupun aku mulihan, ya itu hakku. Rumah-rumahku, motor-motorku, bensin-bensinku.

Dari dulu aku nggak suka ada di tempat ini. Orang-orangnya terlalu banyak menuntut tanpa memberi apa-apa. Maaf. Aku yang salah. Seharusnya aku lebih sabar lagi. Sekali lagi, maaf. Aku sedang berjuang beradapatasi berada di lingkungan kalian yang serba kotak dan kasar.

Sebenarnya sejak dulu. Tapi ini klimaksnya. Ya. Aku muak.

Selamat Berganti

"Di sini ramai. Di sana apa kabar?" Aku mengirimimu pesan singkat. Berusaha memberitahumu bahwa aku baik-baik saja - meski merayakan malam pergantian tahun bersamamu, melalui perantara.

"Sama. Di sini juga," katamu. Entah bagaimana ekspresimu saat membalas pesanku. Hanya mampu kuterka bahwa rasa kita sekarang sama. Seharusnya begitu.

"Mau berbagi resolusi untuk tahun baru?" aku berusaha memperpanjang obrolan.

"Boleh. Kamu duluan."

Kita bergantian menyebutkan mimpi-mimpi kita. Setiap mimpi yang kau sebutkan, selalu aku doakan agar cepat terkabul. Bahkan aku tak peduli tentang mimpiku sendiri. Sebab yang aku pikirkan, bahwa saat mimpimu tercapai, sama saja mimpiku yang tercapai.

Dari dulu sampai sekarang. Harusnya aku sudah sadar bahwa kita tidak benar-benar bersama. Jauh atau dekat tubuh kita. Artinya tetap sama. Kita jauh. Bukan apa-apa.

Bila tahun lalu kita bisa bercanda kecil walau lewat perantara alat komunikasi. Hari ini aku hanya membaca-baca percakapan kita yang dulu. Sambil membayangkan bahwa tahun ini kita melakukannya lagi.

Kamu berubah. Atau aku yang selalu berharap lebih atas dirimu?
Yang jelas aku tetap sama. Tetap menunggumu dan menyambutmu dengan tangan terbuka bila kau datang.
Bila tahun lalu kita bisa bercanda bersama. Tahun ini, siapa yang menemanimu? Keluarga, teman, atau seseorangmu? Siapapun itu, yang jelas tak ada lagi aku di sana. Kau pasti tahu itu.

Selamat tahun baru, untuk kamu yang masih jauh. Aku merindu. Boleh kamu mengirimiku pesan? Sebab tak mungkin aku memulainya lagi.

 
"Bila hariku berganti tanpa kamu di sisi. Biarkan aku hanya berlari ke belakang untuk menemui kamu yang dulu.Walau berupa bayangan."


#MengenangKamuSetahunLalu #FlashFiction #NulisBuku #MenulisMaraton #30Menit #BismillahSukses