Jumat, 18 Oktober 2013

[BUKAN] DEJAVU

"Mungkin sebagian orang belum mengerti bahwa kejadian sepele yang kita lakukan, dapat diingat oleh orang lain, seumur hidupnya. Baik dan buruk kejadian sepele itu, kita sendiri yang menciptakan. Jadi tinggal dipilih, mana yang mau diambil."

Siang hari, saat kuliah pertama baru selesai.
Di lantai 3, saat aku dan teman-temanku membenarkan sepatu. Lalu bercengkerama sambil menunggu kuliah selanjutnya.


Hari itu di jurusan kami (Multimedia Broadcasting dan Game Technology) akan mengadakan pertandingan antar kelas, di mana pada masing-masing kelas harus mengirimkan satu perwakilan yang akan bertanding melawan kelas lain. Kebetulan saat itu kami sedang memikirkan siapa yang akan mewakili pertandingan (entah DOTA atau PES -- saya lupa). Yang jelas, dalam pertandingan itu harus ada yang mewakili.

Spontan saja, salah satu temanku, yang tidak akan saya sebutkan namanya, mengangkat tangan. Temanku itu mengusulkan bahwa dia ingin bermain dalam pertandingan itu.

Dia berkata, "Kene, aku ae sing maen."  ("Mana, aku saja yang main")

Lalu teman yang lain melarang, "Wes, ojok koen. Arek iki ae seng maen. Engkok lek koen kalah yok opo?" (Sudah, jangan kamu. Anak ini saja yang main. Nanti kalo kamu kalah bagaimana?"

Aku yang mendengar percakapan itu, tiba-tiba sedih. Aku membayangkan bagaimana semangat dari temanku yang menggebu-gebu ingin ikut pertandingan, lalu satu orang yang melarang, dan yang lain lagi ikut melarang tanpa membela yang semangat bertandingnya menggebu-gebu.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku yang semula duduk di sekitar mereka, berinisiatif untuk berdiri, berpura-pura melihat pemandangan di bawah, padahal sebenarnya aku menangis. Air mataku menetes tanpa memandang situasi. Di sudut sana, aku berdiri sendiri, membayangkan kejadian sekitar

3 tahun silam...

Dulu. Dulu sekali. Aku pernah mengalami kejadian yang sama. Kejadian yang seumur hidup akan selalu aku bawa. Saat aku masih duduk di bangku SMK, di kelasku juga pernah membutuhkan perwakilan 3 orang untuk mewakili lomba jurnalis. Aku dan semangatku yang menggebu-gebu, mengajukan diri untuk mengikuti lomba itu. Tapi dipihak lain, beberapa orang tidak menyetujuiku, malah menunjuk orang lain untuk mengikuti lomba itu.

Tanganku yang semula berada di atas, aku turunkan pelan-pelan
Suaraku yang tadinya menggebu-gebu, mulai terdengar lirih
Lalu aku mengurung niatku untuk mengikuti lomba itu
Beruntung, air mataku tidak menetes saat itu juga

Di sini, aku tidak ingin mengungkit-ungkit kesedihan. Namun aku tak dapat mencegah bayangan-bayang itu bila hadir kembali.

Aku tidak pernah menyalahkan siapapun. Semua orang punya hak untuk memilih siapa yang dipercaya. Setiap orang juga punya hak untuk tidak memberi dukungannya pada seseorang. Namun bila tidak dipercaya sebelum melakukan apapun, itu sangat menyedihkan, kawan...

Aku juga tidak memikirkan mengapa seseorang membenciku. Aku juga tidak pernah berfikir mengapa seseorang membenci orang yang lain. Namun yang aku sesalkan, mengapakah orang yang membenci tidak memberi alasan atau penjelasan kepada orang yang dibencinya? Setidaknya, dengan menggengam penjelasan itu, ada kesempatan bagi seseorang untuk berubah, kawan...

Maaf. Aku minta maaf untuk tulisan-tulisanku yang sok tahu.
Tapi aku memang tahu benar. Aku tahu benar bahwa rasanya dibenci lalu dijauhi tanpa alasan itu, sakitnya bukan main.
Aku juga tahu, rasanya tidak dipercaya padahal belum diberi kesempatan itu, sakitnya lebih dari sekedar keris yang dihujam ke dalam mulut, lalu menembus kerongkongan, dan memecahkan jantung.

Biarkan aku saja yang merasakannya, dulu. Jangan sampai ada lagi. Sakit.

1 komentar:

  1. tetap positive thinkgking, lakukan hal yang kita suka karena itu merupakan hak kita bukan hak dia

    BalasHapus