Senin, 21 April 2014

Ingatan Sebentar

Jangan mengatasnamakan ketulusan dalam hal ini. Selama ada hati yang menerawang dan tak tahu ke mana arah selanjutnya.

Motor melaju kearah selatan. Kali ini kamu tidak menerobos lampu merah sebab kita sudah sepakat untuk menghabiskan waktu berdua selama mungkin.

Aku menyesal ketika dulu tidak menurutimu yang mengajakku membolos sekolah. Sebab sekarang kita sudah tidak bisa begitu lagi. Mungkin akan menyenangkan bila kita memiliki kenangan pernah dihukum guru ketertiban.

Dulu kamu masih kecil.
Dulu aku terlihat baik-baik saja.

Aku dan kamu begini saja. Jadi aku tidak bisa banyak meminta dan menuntut kepadamu. Namun saat seseorang mulai mendesakmu, aku usahakan ada di sana untuk menahannya semampuku.

Aku berusaha menatapmu seperti anak kecil.
Aku berusaha berperilaku baik-baik saja.

Karet rambutku yang bewarna pink, tidak perlulah kamu simpan di dalam laci lagi. Masa depan yang dulu sempat kita bicarakan, anggap saja seperti cita-cita anak TK yang mayoritas ingin menjadi dokter bila ditanya.

Kadang-kadang, aku merindukan dialog yang aku tahu tidak penting namun tetap saja aku bicarakan. Aku mengingat dialog aneh di dapur. Pertanyaan darimu yang tidak bisa aku jawab, “Mengapa semua makanan harus diberi garam?”. Atau saat kamu mengataiku bodoh ketika di ruang tengah aku bertanya, “Mengapa orang yang masuk TV tidak kesetrum?”

Kita adalah dua orang yang sama-sama ingin tahu banyak hal. Sama-sama ingin didengarkan namun tetap memberi perhatian.

Dulu. Sebelum hal yang lebih baik membuatmu tertarik untuk pergi.

Ravita

Perempuan yang berat menerima kenyataan bahwa menjadi dewasa adalah hukum alam

2 komentar:

  1. Gue cuma mau komen tampilan blognya, keren, simple banget jadi gak bosen ngeblogwalking , gambarnya juga keren :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoa.., terima kasih. Rajin-rajin blogwalking deh kalo gitu. Hehehe :))

      Hapus