Kamis, 02 Januari 2014

Curhat Buat Sahabat

"Hai..." sebuah text muncul ke layarku.

"Iya.." jawabku seperti biasa.

"Lagi di mana?"

"Di rumah."

"Kamu kenapa sedih?" tanyanya.

"Siapa yang sedih?" bantahku.

Aku tidak tahu telepati macam apa yang dia miliki. Hanya saja, dia sering muncul tepat waktu. Saat orang lain tidak tahu, dia selalu tahu lebih banyak.

"Karna dia lagi? Hha? Kenapa? Kamu ditolak mentah-mentah sama dia?" dia mendesak.

"Aku cuman nggak ngerti kenapa dia nggak pernah ngelirik aku sama sekali. Apa karena aku kalo tertawa terlalu keras? Apa perlu aku pelanin suaraku kalo lagi ketawa?" di bagian ini aku mulai sedih.

"Bukan karena itu. Mungkin dia mempunyai kriteria lain."

"Apa aku musti nyerah sekarang?"

"Kalau menurut catatanku, seharusnya iya. Mending kamu tinggalin dari pada terjerumus. Kalau memang dia jodohmu gak bakalan kemana-mana kok..pasti tetep jadi milikmu," dia mulai serius.

"Sebentar. Aku mau ngatur nafasku dulu," aku mencoba mengalihkan.

"Nggak usah diatur. Pasti tetep keluar masuk kok," dia membantuku mengalihkan pembicaraan.

"Sekarang aku semerawut," lanjutku.

"Mohon maaf atas kesalahan kata-kata terkait presentasi saya. Sekian," dia mencoba bercanda.

"Hahahaha," tawaku adalah pertanda bahwa candanya selalu berhasil.

Aku tidak tahu sudah berapa kali dia menyuruhku menyerah. Rasanya juga tak terhitung canda yang dia tularkan pada setiap tetes air mataku.



"Malam hari, ketika semuanya terasa berlomba mencakar hatiku. Kemudian kau datang bersama tawa, membungkus dan membawanya pulang. Terima kasih. Kau selalu berhasil."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar