Minggu, 24 Maret 2013

Senja di Sampingmu

"Seperti adegan film."
"Iya. Kita yang jadi tokoh utamanya."
Seperti sebelumnya, selalu ada canda di antara obrolan kita. Hingga nyaris tak terbaca pada bagian mana yang sebenarnya sangat serius.
"Aku serius, aku nggak apa-apa. Kalo kamu kayak gini terus, malah aku yang kenapa-kenapa."
"Kamu kenapa sih?"
"Tapi kalaupun nantinya dugaanku benar, kamu jalan ajah terus. Aku nggak apa-apa, nungguin yang lain jemput aku."
Aku terus bicara, dan dia terus meneguk minumannya pelan-pelan. Aku berani bersumpah bahwa dia tidak haus. Hanya tidak ingin terlihat canggung pada pembicaraan yang paling serius ini.
"Kamu suka dia?" kali ini aku berusaha terdengar tegar, meski tau suaraku justru terdengar parau.
"Hahaha. Enggak lah, Rav." Seharusnya kamu tidak tertawa pada bagian ini.
"Perasaan orang mudah berubah. Kalo nantinya iya, aku cuma pengen bilang sekali lagi kalo aku nggak apa-apa."
"Enggak lah, ya ampun."
Sejujurnya kita tidak pernah seperti ini. Bila sebelumnya kita memilih saling diam, menerka apa yang ada dalam hati. Kali ini aku yang mencoba memulai pembicaraan. Meski tau bahwa kamu berulang kali mengalihkan pandangan. Namun seharusnya kamu juga tau bahwa aku haus akan penjelasan.
Tentang sakit hati, tentang move on, semua bisa dengan cepat dilakukan apabila kejelasan telah aku genggam. Mengenai keikhlasan, semoga aku tidak mengalami kesulitan untuk ini. Bukankah kamu sendiri yang mengatakan, "Tidak semua yang kita inginkan menjadi takdir untuk kita miliki?"
Matahari mulai tenggelam, terlihat dari balik perpustakaan. Menjelaskan bahwa sebentar lagi akan gelap. Kita yang semula berada di lantai 3, harus turun dan segera pulang. Senja kali ini berbeda. Ada banyak harga yang harus aku beli untuk hal ini. Mulai dari harga atas keberanian, hingga ketegaran mendengar sebuah jawaban. Tapi sebenarnya, aku tidak terlalu memikirkan apa yang nantinya akan terjadi. Bukan itu pokok utama permasalahannya. Yang aku pikirkan adalah, bagaimana aku melewati semua ini tanpa merasa bersalah pada siapapun. Mengobati luka hati yang ada di sini, jauh lebih mudah dari pada menyembuhkan luka hati orang lain.
Aku tidak apa-apa, sungguh. Walaupun sebenarnya hatiku terluka, itu tidak masalah. Lebih baik ada satu hati yang terluka, dari pada tiga.

2 komentar: